Menimbun Harta Yang Sesungguhnya
Asādhāraṇamaññesaṁ, Acoraharaṇo nidhiKayirātha dhῑro puññāni, Yo nidhi anugāmikoHarta karun berupa kebajikan adalah bukan barang umum bagi orang lain, tak dapat dirampas oleh perampok. Orang cendekia sepatutnya menimbun harta karun berupa kebajikan yang (nanti) mengikutinya.(Nidhikaṇḍa Sutta)
Pada jaman saat ini banyak di antara kita yang hanya memburu kekayaan harta materi. Memang harta materi dalam kehidupan kita sangatlah penting, karena dengan adanya harta materi kita dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan kita, bahkan kita bisa memenuhi kebutuhan keluarga kita. Tetapi walaupun harta materi ini sangatlah penting dalam kehidupan, kita juga harus bisa menggunakannya secara bijaksana karena hidup kita semata-mata bukan hanya untuk mengejar materi. Apakah sebagai penganut ajaran Sang Buddha kita tidak boleh mempunyai harta kekayaan (materi) yang berlimpah? Tentu saja boleh. Ada dua harta di dunia ini yang sangat penting dalam kehidupan kita, yaitu harta berupa materi dan harta kebajikan. Anathapindika adalah seorang hartawan yang menjadi pengikut Sang Buddha dan hartawan ini menggunakan kekayaannya untuk menyokong kebutuhan Sagha yang dipimpin Sang Buddha. Anathapindika menggunakan harta berupa materi ini untuk menambah kebajikannya, karena dia menyadari harta berupa kebajikanlah yang akan mengikuti kemanapun dia pergi. Ada 4 harta yang paling berguna dan bermanfaat sekali dalam kehidupan kita, 4 harta itu adalah:
1. Harta Materi
Seperti disebutkan di atas, harta materi ini sangatlah berguna dalam kehidupan kita, dengan adanya materi hidup kita menjadi sangat mudah, bahkan kita bisa memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga. Tetapi harta karun berupa materi ini, akan kita tinggalkan jika masa kehidupan kita di dunia ini sudah habis.
2. Harta Keluarga
Harta keluarga tidak kalah pentingnya dari harta materi. Harta berupa keluarga ini kita telah memilikinya sejak kita baru lahir, bahkan dalam kehidupan kita harta keluarga ini banyak mengajarkan kita tentang hal-hal yang baik dan juga yang mendorong kita untuk selalu melakukan kebajikan. Semua orang membutuhkan keluarga. Bahkan dulu ada suatu cerita di televisi yang ceritanya mengisahkan tentang perjalanan hidup si kera, dan di sana diceritakan kalau kera ini munculnya dari batu. Tetapi walaupun muncul dari batu, dalam perjalan hidupnya ia menemukan sebuah keluarga. Termasuk kita yang berkumpul di sinipun juga menjadi sebuah keluarga. Tetapi harta berupa keluarga ini ketika kita meninggalkan alam ini, mereka tidak ada yang mau ikut.
3. Harta Kesehatan
Harta kesehatan ini juga sangat penting dalam kehidupan kita. Mungkin kita tidak punya harta materi dan keluarga, tetapi kalau kita mempunyai kesehatan, kita dapat mencari mereka. Semua orang sangat membutuhkan hal ini, kita mungkin mempunyai banyak harta materi tetapi kalau kita tidak sehat, apakah kita bisa menikmati harta materi tersebut? Kalaupun kesehatan ini sangat penting dalam kehidupan kita, ini nantipun juga akan meninggalkan kita.
4. Harta Kebajikan
Inilah sesungguhnya harta yang sangat kita butuhkan, dan jika kita mempunyai 3 harta yang di atas, maka akan lebih mudah menimbun harta kebajikan ini. Harta kebajikan ini tidak dapat dilihat oleh mata seperti ketiga harta yang di atas, tetapi justru harta inilah yang dibawa ketika kita meninggal.
Kalau kita menyadari hal ini, maka dengan sendirinya dan tanpa diajak atau disuruh, kita akan melakukan kebajikan semaksimal mungkin. Banyak sekali cara-cara melakukan kebajikan yang kita tahu, seperti berdana, mempraktikkan s?la dan melakukan bhav?na. Bahkan untuk memperjelas, kenapa kita harus banyak melalakukan banyak kebajikan? Dalam kitab Itivuttaka dituliskan ada 3 macam manusia, yaitu:
1. Orang yang bagaikan awan tanpa hujan
Dalam hal ini ia mempunyai kekayaan materi yang berlimpah, keluarga yang sejahtera dan tidak kekurangan apapun serta mempunyai kesehatan yang prima, tetapi dalam kehidupannya ia tidak pernah memberi baik kepada para petapa, ataupun orang-orang yang membutuhkannya. Maka orang seperti ini, hanya menggunakan kekayaan materinya untuk dirinya sendiri dan sesungguhnya orang yang semacam ini bisa dikatakan kaya tapi miskin, artinya ia kaya akan materi, tetapi batinnya miskin akan kebajikan
2. Orang yang bagaikan hujan lokal
Dalam hal ini ia memberi kepada beberapa orang tetapi tidak kepada yang lainnya. Meskipun ia mempunyai banyak materi, dan tidak kekurangan apapun, tetapi dalam hal pemberian ia hanya memberi kepada beberapa orang saja dan tidak kepada yang lainnya dan tidak jarang juga, orang yang seperti ini dalam hal memberi juga sering milih-milih. Sesungguhnya dengan dengan berbuat demikian ia membuat sekat-sekat dalam melakukan kebajikan.
3. Orang yang bagaikan hujan di mana-mana
Dalam hal ini ia memberi kepada semuanya. Ia memberikan kekayaan materi yang dimilikinya, dalam kehidupannya ia memberi kepada siapapun baik yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. Maka dengan seperti ini orang bisa dikatakan kaya, karena ia menggunakan harta materinya untuk memperkaya batinnya dengan kebajikan dan tentunya ia menyadari bahwa harta materi ini tidak dapat ia bawa ketika ia meninggal, justru kebajikanlah yang akan selalu mengikuti kita kemanapun kita pergi.
Kalau kita menyimak hal di atas, kita di sini bisa merenung, termasuk orang yang manakah kita? Harta berupa kebajikan ini, kita sendirilah yang harus melakukannya dan bukannya orang lain. Ibarat kita dalam satu keluarga mengalami rasa lapar, apakah cukup hanya satu orang saja yang makan kemudian kita juga ikut kenyang, tentunya tidak. Jadi, jika kita dalam satu keluarga mengalami rasa lapar, maka semua juga harus makan. Demikian halnya dengan membuat kebajikan, adalah untuk kebaikan diri sendiri dan bukannya diwakilkan. Karena itu, di sini menjadi sangatlah penting berbuat dan menimbun kebajikan, karena dalam Nidhika??a Sutta disebutkan bahwa, harta karun berupa kebajikanlah yang tidak bisa diambil oleh perampok. Oleh sebab itu, marilah dalam kehidupan ini selagi kita ada kesempatan, kita gunakan untuk melakukan kebajikan.
Sumber:
- Khuddaka Nik?ya, Khuddakap??ha, Nidhika??a Sutta 9;
- Sutta Pi?aka, Khuddaka Nik?ya, Itivuttaka ayat 75.