Keluarga Buddhis Yang Bahagia
Sukhā matteyyatā loke atho petteyyata sukhāsukhā sāmaññata loke atho brāhmaññatā sukha.Berlaku baik terhadap ibu merupakan kebahagiaan dalam dunia ini;berlaku baik terhadap ayah juga merupakan kebahagiaan.Berlaku baik terhadap pertapa merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini;berlaku baik terhadap Para Ariya juga merupakan kebahagiaan.(Dhammapada 332)
Kita sebagai pribadi berasal dari sebuah keluarga. Dalam keluarga tentu kita memiliki ibu dan ayah. Itulah keluarga terkecil yang kita miliki. Agar tercipta keharmonisan dalam keluarga, Sang Buddha telah memberikan petunjuk kepada kita untuk menunaikan tugas dan kewajiban yang harus kita laksanakan. Dalam Sigalovada Sutta D?gha Nik?ya 31, orang tua mempunyai tugas untuk mendorong anaknya untuk berbuat baik, mencegahnya berbuat jahat, mengajarinya pengetahuan dan keterampilan, mencarikan pasangan yang sesuai dan memberikan warisan kepada anaknya pada saat yang tepat. Karena apa yang telah dilakukan terhadap anaknya maka jasa orang tua begitu besar, Sang Buddha menyebut orang tua dengan istilah brahma, dewa, pubbhacariya (guru pertama), kerena kita belajar semua hal dari orang tua pada awalnya. Sebagai seorang anak, kita juga mempunyai kewajiban kepada orang tua kita yaitu; merawat mereka, membantu meringankan beban orang tua, melestarikan tradisi yang telah dilakukan orang tua, menjaga dan mengembangkan warisan yang diberikan oleh orang tua dan melimpahkan jasa kebajikan atas nama
orang tua yang telah meninggal.
Keharmonisan keluarga juga tergambarkan dari bagaimana hubungan antara suami dan istri. Sang Buddha menyatakan seorang suami mempunyai kewajiban untuk memperlakukan istrinya dengan hormat, tidak merendahkannya, bersikap lembut, ramah-tamah, menyerahkan kekuasaan rumah tangga kepadanya, memberikan perhiasan kepadanya. Demikian sebaliknya, seorang istri mempunyai kewajiban untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan baik; bersikap ramah-tamah kepada sanak keluarganya, menjaga kesetiaannya, menjaga barang-barang yang diberikan oleh suaminya, serta pandai dan rajin dalam melaksanakan segala tanggung jawabnya.
Apa yang sesungguhnya dikatakan sebagai keluarga Buddhis bukan hanya ibu, ayah, dan anak saja. Kita semua umat Buddha sesungguhnya merupakan satu keluarga, yaitu keluarga sedhamma, sehingga para bhikkhu pun mempunyai kewajiban yang harus dilakukan kepada keluarganya yaitu para upasaka-upasika (mereka yang menyatakan berlindung kepada Buddha, Dhamma, Sagha). Seorang bhikkhu mempunyai kewajiban untuk mencegah umat Buddha untuk berbuat jahat, menganjurkan mereka untuk berbuat baik, mencintainya dengan pikiran cinta kasih dan kasih sayang, mengajarkan kepada upasaka-upasika apa yang belum pernah mereka dengar, menjelaskan apa yang pernah mereka dengar serta menunjukkan kepada mereka jalan ke surga. Demikian juga para upasaka-upasika mempunyai kewajiban untuk bersikap baik dengan jasmani, ucapan, dan pikirannya, membukakan pintu bagi kedatangan mereka dan menunjang kebutuhan mereka
Jadi, sebagai satu anggota keluarga, hendaknya kita sering-sering berkumpul, sebagai anggota keluarga yang kecil yaitu, ibu, ayah dan anak maupun sebagai anggota keluarga yang besar, keluarga Buddhis untuk bersama-sama menjalankan kewajibannya masing-masing sehingga keharmonisan dalam keluarga tercipta. Dengan kita menjaga keharmonisan dalam keluarga Buddhis ini, maka sama halnya kita juga ikut menjaga dan melestarikan Dhamma yang luhur ini.