Hidup Dalam Kebiasaan Menimbulkan Kamma
Sabbapāpassa akaraṇaṁ, kusalassa ūpasampadāSacittapariyodapanaṁ, etaṁ buddhāna sāsanan’ti.Tidak berbuat jahat; senantiasa berbuat kebaikan;membersihkan pikiran sendiri, itulah Ajaran semua Buddha.(Dhammapada 183)
Hidup pada dasarnya merupakan gerakan kegiatan yang dilatarbelakangi oleh dorongan keinginan dan juga pengaruh lingkungan di mana terdapat kebiasaan-kebiasaan yang cukup kuat sudah turun temurun dari nenek moyang. Ada kalanya kebiasaan (tradisi) itu dianggap benar dan kuat meskipun kenyataan sesungguhnya ada yang kurang tepat secara agama (Dhamma). Akan tetapi, ada kalanya juga tradisi yang sudah turun temurun itu ternyata sesuai dengan kebenaran agama Dhamma).
Kebiasaan Hidup Tak Sesuai Lingkungan
Seseorang mungkin sudah mempunyai kebiasaan buruk yang sulit diubah. Dia bisa mungkin menghadapi kesulitan dalam hidupnya di suatu lingkungan karena sebab-sebab tertentu, misalnya dia sendiri yang memiliki sikap yang sulit beradaptasi di lingkungan itu. Bagaimana pun juga, kita tentu sangat mengerti bahwa dalam kondisi apa pun tidak mungkin kita atau siapa pun yang meskipun menuntut lalu lingkungan harus berubah sesuai dengan keinginan kita. Kita sendiri yang harus mengubah diri beradaptasi dengan lingkungan.
Ada sebuah uraian yang ditulis oleh R Bogoda sebagaimana dijelaskan dalam Principles of Lay Buddhism, dikatakan bahwa Pengertian Benar/Samm?di??hi (yang pertama dalam Delapan Unsur Jalan Tengah) adalah awal dan akhir dari agama Buddha. Sebab jika tidak demikian, maka visi hidup seseorang menjadi tidak jelas dan jalan yang harus ditempuh menjadi hilang, sehingga segala usaha perjuangan menempuh jalan salah dan mencapai hasil (tujuan) yang salah pula, maka timbullah kebingungan dan menjadi sesat.
Kebiasaan Hidup Ramah Lingkungan
Seseorang mungkin sehari-hari sudah terbiasa bersikap baik dalam kesehariannya. Kehidupan akan menjadi sesuai dengan lingkungan jika individu-individu yang hidup bersama di lingkungan seperti itu adalah mereka yang sikap hidupnya bisa mudah beradaptasi karena memang sudah memiliki kebiasaan hidup yang luwes dan tenang, dan adalah orang baik. Meskipun mungkin ia tidak begitu mengenal Dhamma, tetapi sikapnya sudah bisa mudah menyesuaikan diri. Ini berarti ia beruntung terlahir menjumpai tempat seperti itu dan cepat beradaptasi.
Hukum Kamma bekerja secara objektif, dan akibatnya akan berbuah di dunia ini ataupun di dunia berikutnya. Kamma adalah perbuatan yang disertai kehendak (cetana). Kita tahu bahwa perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-ulang kali dengan sadar secara otomatis menjadi kebiasaan. Semua itu demikian, apakah kamma baik atau pun buruk, juga menjadi sifat alami. Semua kebiasaan lebih kurang akan membentuk atau mencetak karakter seseorang. Dengan lahirnya satu makhluk di dunia ini sekarang berarti adanya satu makhluk lain mati di tempat (dunia) lain.
Pemahaman Benar adalah Kunci Pokok
Kita harus menyadari bahwa jika kita dapat memahami secara benar tentang hal-hal yang kita cermati terkait kehidupan adalah penting.
Kamma lampau akan mempengaruhi keadaan yang sekarang, tetapi bukan sebagai penentu secara pasti. Kamma lampau dan sekarang mempengaruhi keadaan akan datang yang belum terjadi, dan yang nyata adalah hanya sekarang.
Seseorang berbuat kamma karena didorong oleh avijja (ketidaktahuan). Ada avijja ada tanha, ada tanha karena avijja, seperti panas dan cahaya dari api tentu tidak terpisahkan. Dan avijja berawal dari mana tidak diketahui.
Kebiasaan kita justru karena kurang pemahaman terhadap hal tersebut di atas sebagaimana adanya, maka kita sering tidak memperhatikan hak-hak orang lain, melekat terhadap hal-hal tertentu yang tidak perlu, dan menginginkan untuk hidup selamanya, dan lain sebagainya. Kita mengharapkan kesenangan itu kekal permanen, memuaskan kita, tetapi kita menemukan semua kenyataan itu berlalu, tidak memuaskan, dan kosong seperti bambu yang pecah. Hasilnya hanya frustrasi dan kecewa. Ketika kita tidak mendapatkan semua yang kita inginkan, reaksi kita biasanya benci dan lari ke dunia fantasi yang tidak jelas. Untuk mengatasi hal ini, kita mesti mengkoreksi pemikiran dan pemahaman kita, harus melihat dengan pengalaman nyata kita sendiri yang juga jelas dekat dengan kita, yang sesuai sebagaimana apa adanya.
Jika seseorang melakukan hal itu dengan Jalan Tengah Berunsur Delapan, dapat mencapai kedamaian dan kesempurnaan (Nibb?na). Pengertian Benar terhadap doktrin tentang kamma dan tumimbal lahir dapat memperbaiki dan meningkatkan karakter seseorang. Buddha Dhamma mengajarkan, semua hal tersebut di atas, sebagai pertanggungjawaban moral kita supaya waspada terhadap perbuatan kita sendiri dengan munculnya reaksi. Oleh sebab itu, seseorang berjuang untuk menjauhi kejahatan dan berbuat kebaikan demi kesejahteraan diri sendiri dan demi manfaat bagi banyak orang. Akhirnya, ajaran Dhamma ini menunjukkan keterbukaan kepada kita suatu rasa kasih sayang yang hangat dan toleransi yang kuat terhadap semua makhluk dan menjauhkan kita dari kekejaman, kebencian, dan konflik.
Kebiasaan Sesuai Dhamma
Kita seharusnya bisa mengukur kebiasaan kita sendiri dengan konsep Dhamma yang sudah umum kita jumpai, yaitu kebiasaan seseorang terkait kebenaran yang bersifat pribadi menjadi pendapat pribadi. Ini disebut kebenaran yang bersifat pribadi menurut pandangan sendiri (attadipateyya). Sedangkan kebiasaan seseorang yang terkait kebenaran yang bersifat umum menjadi pendapat umum yang berlaku di suatu lokasi secara khusus. Ini disebut kebenaran yang bersifat umum menjadi pandangan dan pendapat lokal kelompok tertentu (lokadipateyya). Tentu hal yang luar biasa jika seseorang memiliki kebiasaan yang terkait kebenaran yang bersifat universal yang jelas berlaku secara universal pula, meskipun ada di antara kita yang tidak menyetujuinya. Ini disebut kebenaran yang bersifat universal yang umumnya dikenal dengan sebutan Dhamma (dhammadipateyya). Jika kita memiliki kebiasaan berpikir secara Dhamma, maka tentu ini menjadi kekuatan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan kita di masyarakat luas.
Kebiasaan tentu menciptakan kamma sesuai dengan isi dan proses dari kebiasaan itu sendiri. Marilah kita jaga dengan sebaik-baiknya kebiasaan baik kita dan buang jauh-jauh jika ada kebiasaan buruk yang dapat menimbulkan masalah bagi kita dan lingkungan. Selamat berjuang! Semoga memiliki kebiasaan baik!
Sabbe satt? bhavantu sukhitatt?
Sumber: R. Bogoda, Principles of Lay Buddhism (http://www.accesstoinsight.org)