Puasa Ala Buddhis
Aṭṭhaṅgasamannagāto, bhikkhave, uposatho upavuttho,Mahāphalo hoti, mahānisaṁso mahājutiko mahāvipphāro’ti.O, para bhikkhu, uposatha yang terdiri dari delapan bagian yang berada dalam diri Ariyasāvaka akan membawa kemajuan dan kemakmuran yang mahabesar.(Uposatha Sutta, Aṅguttara Nikāya)
Seperti halnya dalam ajaran agama lain, dalam agama Buddha pun ada ajaran yang mengajarkan umat Buddha untuk berlatih puasa (A??has?la). Hal ini dijelaskan Sang Buddha dalam Uposatha Sutta dari A?guttara Nik?ya. Dhammika Sutta dari Sutta Nip?ta juga memuat penjelasan Sang Buddha kepada Upasaka Dhammika dan 500 temannya tentang pelaksanaan puasa Buddhis ini. Dalam sutta-sutta ini dijelaskan bahwa pelaksanaan puasa cara Buddhis dilakukan pada hari ke-8 paruh bulan, hari ke-14, dan hari ke-15.
A?guttara Nik?ya menceritakan bahwa pada tanggal 8 paruh bulan (a??hami), para pembantu dewa C?tumah?r?jika melanglang buana untuk melihat apakah pada hari itu manusia-manusia di bumi ini melakukan kebajikan atau tidak? Pada tanggal 14 paruh bulan (catudasi) putra-putra dewa C?tumah?r?jika melakukan hal yang sama, dan pada tanggal 15 (pannarasi), dewa-dewa C?tummah?r?jika sendiri yang melakukan hal tersebut. Hasil temuan dari melanglang buana ini dilaporkan dalam persidangan para dewa di alam surga T?vati?sa.
Dalam perkembangan selanjutnya, pelaksanaan puasa cara agama Buddha ini sering dilakukan pada tanggal 1, 8, 15 dan 23 menurut perhitungan hari berdasarkan peredaran bulan (candrasangkala/imlek). Tanggal 1, 8, 15 dan 23 inilah yang dalam istilah Buddhis sekarang ini dimaksudkan dengan Hari Uposatha.
Pada hari uposatha para bhikkhu, tanggal 1 dan 15 penanggalan bulan, para bhikkhu melakukan upacara parisuddho, pengakuan kesalahan terhadap pelanggaran yang dilakukan dan dilanjutkan dengan pengulangan Patimokkha S?la, baik secara lengkap (227 S?la) ataupun sebagian. Khusus pada saat satu hari menjelang uposatha bulan terang, tanggal 14 paruh bulan para bhikkhu dalam tradisi Therav?da Dhammayuttika melakukan cukur rambut.
Istilah Uposatha dapat diartikan sebagai berdiam dalam keluhuran (di vih?ra), dalam arti kata pada saat hari uposatha tiba para umat Buddha diharapkan melakukan beberapa kebajikan, seperti: menjunjung orangtua, menghormati para petapa dan brahmana, mengikuti puja bakti, bermeditasi, mendengarkan dan mendiskusikan Dhamma, dan melaksanakan delapan s?la (uposatha-A??has?la/uposathas?la).
Uposathas?la atau A??has?la/ a??ha?gas?la dapat pula disebut pula dengan a??ha?gasamannag?ta atau delapan s?la yang juga dilaksanakan oleh para petapa. Apakah sajakah delapan sila itu?
1. P???tip?t? verama?? sikkh?pada? sam?diy?mi, saya bertekad untuk melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
2. Adinn?d?n? verama?? sikkh?pada? sam?diy?mi, saya bertekad untuk melatih diri menghindari pengambilan barang yang tidak diberikan.
3. Abrahmacariy? verama?? sikkh?pada? sam?diy?mi, saya bertekad untuk melatih diri menghindari perbuatan tidak suci.
4. Mus?v?d? verama?? sikkh?pada? sam?diy?mi, saya bertekad untuk melatih diri menghindari ucapan bohong.
5. Sur?-meraya-majja-pam?da??h?n? verama?? sikkh?pada? sam?diy?mi, saya bertekad untuk melatih diri menghindari minuman keras, barang yang memabukkan, yang menyebabkan lemahnya kesadaran.
6. Vik?la-bhojan? verama?? sikkh?pada? sam?diy?mi, saya bertekad untuk melatih diri menghindari makan makanan setelah tengah hari.
7. Naccag?ta-v?dita-vis?kadassan?-m?l?gandha-vilepana-dh?ra?a-ma??ana-vibh?sana??h?n? verama?? sikkh?pada? sam?diy?mi, saya bertekad untuk melatih diri menghindari menari, menyanyi, bermain musik, dan pergi melihat pertunjukan; memakai kalungan bunga, wangi-wangian, dan kosmetik dengan tujuan menghias diri.
8. Ucc?sayana-mah?sayan? verama?? sikkh?pada? sam?diy?mi, saya bertekad untuk melatih diri menghindari tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan mewah.
Inilah delapan s?la yang terdapat dalam diri seorang samana, delapan s?la yang juga dilaksanakan oleh para Arahat sepanjang sisa hidup mereka sebagai orang suci yang bebas dari kekotoran batin.
Melatih diri melaksanakan delapan sila ini bukan didasari oleh rasa takut akan hukuman para dewa, bukan pula karena ingin menyenangkan hati para dewa.
D?gha Nik?ya menjelaskan bahwa: esensi dari uposatha adalah menilai atau mengoreksi diri sehingga menjadi suatu kebiasaan; mampu menahan diri, menghindari hal-hal yang tidak baik, dan menekan atau memadamkan apa yang jahat. (D. III, 270)
A?guttara Nik?ya memberi-kan keterangan yang jelas tentang pahala dari pelaksanaan kebajikan ini; apabila hari uposatha dipatuhi dengan pelaksanaan delapan s?la, maka pahalanya sangat besar, sangat menggetarkan kalbu, kelak sekalipun belum berhasil mencapai Nibb?na, orang-orang yang memiliki kebajikan uposathas?la akan terlahir kembali di alam surga. (A. IV, 252)