Bertambahnya Usia, Meningkatnya Kualitas Batin
‘Kiṁsu yāva jarā sādhu, kiṁsu sādhu patiṭṭhitaṁ;Kiṁsu narānaṁ ratanaṁ, kiṁsu corehi dūharanti’Apakah yang baik hingga usia tua? Apakah yang baik ketika dimantapkan?Apakah permata yang berharga bagi manusia?Apakah yang sulit dicuri oleh pencuri?(Saṁyutta Nikāya 1.51 , Jarā Sutta)
Moralitas adalah baik hingga usia tua; Keyakinan adalah baik ketika dimantapkan; Kebijaksanaan adalah permata berharga bagi manusia; Jasa kebaikan adalah sulit dicuri oleh pencuri.
Komponen Manusia
Fenomena wujud dari manusia secara umum terdiri dari badan dan batin. Kedua bagian ini saling bekerja sama, saling mempengaruhi dan membentuk kehidupan itu sendiri. Memang secara kasat mata, bagian badanlah yang sangat mudah sekali diamati perubahannya, dirawat terus menerus, disuplai dengan berbagai macam makanan, minuman, dan zat nutrisi lainnya. Sedangkan bagian batin, sangat abstrak sekali untuk bisa diamati, dirawat dan bahkan tidak sedikit orang-orang yang bingung bagaimana cara memberikan nutrisi yang tepat bagi batin.
Secara alamiah, badan yang sering mendapatkan porsi perawatan lebih banyak daripada batin, itu tidak akan bisa terelakkan dari usia tua, sakit dan ending siklus satu kehidupan yaitu mati. Terus menerus badan ini mengalami perubahan dengan berlalunya waktu, dengan bertambahnya usia. Perawatan yang kita lakukan bahkan sejak dari lahir sampai saat inipun tidak mampu meredam perubahan yang terus menerus terjadi. Esensi sesungguhnya apa yang kita lakukan terhadap badan ini hanya sekadar untuk menjaga kelangsungan hidup dengan disuplai makanan, agar kelihatan menarik dan enak dilihat dengan berpakaian, merias diri.
Membangun Badan dan Batin
Kita hendaknya bukan hanya terus menerus berkutat membangun bagian fisik, tetapi juga jangan lupa membangun batin masing-masing karena sesungguhnya inilah yang paling penting. Peningkatan kualitas batin dan perilaku inilah yang dijadikan tujuan utama umat beragama Buddha. Ketika kita telah mempelajari Dhamma selama ini, apakah yang sudah berubah dalam perilaku kita? dalam watak kita? dalam pola pikir kita? Kalau kita sudah belajar agama Buddha, rajin ikut puja bakti tiap minggunya, kemudian kalau dulu masih mudanya galak, setelah beragama Buddha masih galak, ini belum memetik manfaat belajar agama Buddha. Dulu mungkin kita keras karena kita memiliki jiwa muda, dulu mungkin kita juga galak karena masih anak muda. Atau malah sebaliknya, mungkin dari dulu sudah sabar, tidak galak, tidak marah-marah, tetapi setelah belajar dan mengenal Dhamma malah justru bertambah galaknya, bertambah marahnya, ini juga belum sepenuhnya memetik manfaat mempelajari Dhamma. Padahal idealnya, ketika dulunya kita sudah baik dan setelah mengenal Dhamma, kita menjadi lebih baik. Ketika kita kurang baik dalam berpikir, berucap, dan bertindak dan setelah mempelajari Dhamma semua kualitas tindak-tanduk kita berangsur-angsur menjadi baik.
Belajar dari Pengalaman
Mestinya kita mulai belajar dari pengalaman, seperti pepatah yang umumnya telah kita ketahui bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Kita bisa melihat perjalanan hidup yang selama ini telah kita lalui, berapa banyak kita telah mengulang kesalahan yang sama. Padahal dalam dhammapada telah disebutkan: seseorang kalau tidak belajar, kualitasnya seperti sapi. Hanya daging bertambah, umur bertambah, tetapi kebijaksanaannya tidak bertambah. Setiap tahun kita bertambah usia, bertambah tua, tetapi sudahkah kita lebih baik, lebih bijak dari tahun yang lalu, dari hari yang lalu? Ketika kita terus menerus berkutat dalam kesalahan yang sama yang kita lakukan, maka hal itu kita lebih buruk daripada keledai. Bahkan seekor keledaipun tidak akan masuk ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Berarti keledai yang bodoh inipun mau belajar, tetapi kenapa kita manusia kadang-kadang tidak mau belajar dari kesalahan? Di dalam kehidupan ini kita telah banyak sekali kesalahan yang telah kita lakukan dan juga banyak sekali prestasi yang telah kita capai. Kalau sekarang kita memiliki kesalahan, kita menyadari yang telah kita lakukan hendaknya kita berusaha menghindari sehingga kesalahan-kesalahan yang muncul menjadi guru yang berharga. Demikian pula dengan prestasi, kesuksesan yang telah dicapai hendaknya menjadi pelajaran untuk kita tingkatkan di masa depan.
Berinvestasi dalam Jasa Kebaikan
Jangan hanya kita mengutamakan perawatan badan dan kemudian mengesampingkan perawatan batin. Sesungguhnya kedua komponen ini bisa kita rawat secara beriringan. Seberapa banyakpun harta yang telah kita kumpulkan, yang telah kita timbun, semewah apapun tempat tinggal yang kita huni, semahal apapun kendaraan yang kita gunakan, hal itu tetap saja tidak akan mengubah ukuran peti mati yang akan kita gunakan. Apa maknanya? Segala macam bentuk materi bahkan jasmani ini tidak ada yang kita bawa ketika kematian tiba. Materi dan jasmani sesungguhnya dapat kita jadikan sebagai sarana untuk berinvestasi terhadap segala macam perbuatan baik. Perbuatan baik inilah yang kemudian menjadi harta warisan yang sesungguhnya senantiasa mengikuti diri kita kemanapun kita terlahir lagi nantinya.
Di dalam badan yang selalu mengalami perubahan ini, mengalami pelapukan, diselimuti usia tua serta dicengkram oleh kematian, hendaknya terdapat kualitas moralitas yang meningkat, keyakinan menjadi mantap, kebijaksanaan semakin bertambah, serta jasa kebaikan lainnya. Berbagai macam kualitas batin inilah yang nantinya menjadi pengikut setia, sahabat dalam mengarungi siklus sa?s?ra. Ketika telah melakukan beraneka macam kebaikan dalam kehidupan ini, setidaknya kesan yang baik, bahagia dan menyenangkan yang telah kita tanam dalam benak orang-orang yang masih hidup. Dengan demikian mereka akan senantiasa bahagia dalam kebaikan yang telah kita lakukan sekalipun kita telah tiada.
Orang kaya tidak bisa membelinya dengan uang, sang pahlawan tidak dapat mengalahkannya dengan pedang, wanita cantik sekalipun tidak dapat merayunya, cedikiawanpun tak dapat menundanya. Disini, yang tak jujur tidak dapat berbuat apa-apa, yang pemberani juga tidak dapat menunjukkan keperkasaannya, dokter menyerah dengan keluh kesah, tak seorangpun dapat berhubungan dengan si mati.
Betapapun besar cinta dan simpati orang lain, dia akan berpisah dan melakukan perjalanan sendiri, sahabat baiknya, suami atau istrinya hanya bisa meninggalkannya di sana, dalam bungkusan, tubuh yang dicintai oleh dirinya sendiri dan dicintai orang lain akan dibawa pergi, dilempar ke air sungai atau dibakar, atau secara mudah ditinggalkan saja di tempat yang terpencil.
Marilah kita memanfaatkan kehidupan ini sebaik mungkin, praktik Dhamma dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat meningkatkan kualitas batin kita masing-masing. Dengan demikian, bertambahnya usia kita, meningkatnya kualitas batin.