Pengendalian diri (sa?vara) merupakan satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Dikatakan sangat penting, sebab musuh terbesar setiap manusia sesungguhnya tak berada di luar diri, namun justru berada di dalam dirinya, kotoran batin (kilesa) itulah musuh terbesar manusia. Nafsu keserakahan, kebencian, dan delusion atau kebodohan batin itulah kumpulan dari kotoran batin, hal itulah yang menyebabkan manusia tidak memiliki rasa malu berbuat jahat (hiri) dan rasa takut akan akibat perbuatan jahatnya (ottappa). 

Untuk mencapai kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian kita hendaknya terus berupaya hidup berpengendalian diri setiap saat. Selain pengendalian diri membawa kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian, dengan pengendalian diri kita juga tak mudah terseret oleh keinginan-keinginan jahat yang akan menjadi sumber penderitaan bagi diri sendiri dan juga orang lain. Dengan hidup penuh pengendalian diri itu pula kita bisa menjaga diri sendiri di manapun berada dan bersama siapapun kita tinggal. Sesungguhnya tiada kemampuan lain kecuali pengendalian diri dan tak ada cara lain untuk mengendalikan diri tanpa dimulai dari proses latihan yang panjang, penuh semangat, kesadaran, kesabaran, dan keuletan. Sang Buddha bersabda di dalam Dhammapada syair 24 yang berbunyi: �Orang yang penuh semangat, selalu sadar, murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri, hidup sesuai dengan Dhamma, dan selalu waspada, maka kebahagiaannya akan bertambah.�

Mengendalikan diri bukanlah hal yang mudah dilakukan, namun dengan memiliki pengendalian diri, akan memberikan banyak manfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain. Menciptakan kehidupan yang harmoni, damai, bahagia, dan sejahtera sesungguhnya tak lepas dari pengendalian diri. Tanpa adanya pengendalian diri tidaklah mungkin semua itu bisa kita capai. Ada lima cara untuk pengendalian diri yang diuraikan Sang Buddha di dalam Visuddhimagga, yaitu:

Dalam hal ini kita mengontrol setiap ucapan dan perbuatan sesuai dengan peraturan moralitas atau disiplin masyarakat atau kelompok. Pengendalian diri dengan s�la merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang, tidak hanya dilaksanakan oleh umat Buddha (up?saka-up?sik?) saja. Disebutkan demikian karena moralitas atau pa�cas?la Buddhis adalah panduan atau standar dasar dari norma-norma perilaku baik dalam kehidupan. Jika kita mempraktikkan moralitas atau pa�cas?la ini dengan sungguh-sungguh, dapat dipastikan akan tercapainya kehidupan yang penuh kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian.

Dalam hal ini kita menjaga kesadaran pikiran setiap saat, sehingga tak mudah terbawa oleh keinginan-keinginan jahat, nafsu keserakahan, dan kebencian pada saat melihat, mendengar, mencium, mengecap, menyentuh, atau berpikir. Sadar sebelum dan sewaktu berpikir, berbicara, dan berbuat, tidak lengah pada saat apapun. Ini adalah segi lain dari pengendalian diri melalui kesadaran. Jika kita dapat melaksanakan cara yang kedua ini, dapat dipastikan akan tercapainya kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian.

Dalam hal ini kita merenungkan hidup dan kehidupan dengan sebagaimana adanya. Merenungkan hakikat dari empat kebutuhan hidup (pakaian, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan) serta tujuan sesungguhnya dalam menggunakannya, agar tidak terseret oleh keinginan serakah. Menggunakan atau menempatkan pandangan terang yang telah dicapai sewaktu berhubungan dengan orang-orang atau sewaktu menghadapi persoalan-persoalan adalah arti dari bentuk pengendalian diri ini juga. Jika kita dapat melaksanakan cara yang ketiga ini, dapat dipastikan akan tercapainya kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian.

Dalam hal ini kita memiliki dan mempertahankan kesabaran pada saat menghadapi kelaparan, sakit, kesukaran, gangguan (seperti gangguan dari serangga), hinaan, dan pengalaman lainnya yang tak menyenangkan, inilah dimaksud dengan pengendalian diri melalui kesabaran. Jika kita dapat melaksanakan cara yang keempat ini, dapat dipastikan akan tercapainya kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian.

Dalam hal ini kita hidup penuh dengan pengendalian diri melalui usaha, yaitu menghilangkan pikiran-pikiran jahat. Hal ini dapat juga menunjukkan pada empat rangkaian praktik usaha-usaha, yakni: memupuk kebaikan yang telah ada, mengembangkan kebaikan-kebaikan baru yang belum dimiliki, meninggalkan keburukan-keburukan yang telah dimiliki, dan mencegah timbulnya keburukan-keburukan baru. Jika kita dapat melaksanakan cara yang kelima ini, dapat dipastikan akan tercapainya kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian.

Selain berpengendalian diri dengan cara yang diuraikan di atas. Sang Buddha juga menguraikan cara lainnya di dalam Karaniya Metta Sutta bait kedua yang ditunjukkan bagi para bhikkhu atau samanera, yaitu: berpengendalian diri dengan merasa puas atas yang dimiliki, mudah dirawat, tidak repot, bersahaja hidupnya, indria tenang, penuh pertimbangan, dan sopan.

Inilah cara terbaik yang ditunjukkan Sang Buddha untuk hidup berpengendalian diri. Dengan kita hidup penuh pengendalian diri melalui kemoralan, kesadaran, pandangan terang, kesabaran, semangat, merasa puas atas yang dimiliki, tidak repot, bersahaja hidupnya, indria tenang, penuh pertimbangan, dan sopan, maka akan tercapai kebahagiaan, kesejahteraan, kedamaian, dan keharmonisan hidup bersama. Orang yang hidupnya penuh semangat, selalu sadar, murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri, hidup sesuai dengan Dhamma dan selalu waspada maka kebahagiaan akan bertambah.

Sumber: