INTROSPEKSI DIRI
Na paresaṁ vilomāni, Na paresaṁ katākataṁAttano va avekkheyya, Katāni akatāni ca’tiJangan memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah dikerjakan atau belum dikerjakan oleh orang lain. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakandan apa yang belum dikerjakan oleh diri sendiri.(Sukha Vagga, Dhammapada)
Di dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu melakukan interaksi dengan orang lain. Interaksi yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain dapat menimbulkan kesan yang berbeda-beda. Kesan tersebut dapat bersifat positif dan juga negatif. Kesan yang positif tentu akan membuat orang yang diajak berinteraksi menjadi senang. Tetapi apabila kesan negatif, pasti membuat orang enggan mengulang kembali interaksi yang pernah terjadi.
Kecenderungan inilah yang nanti akan menjadi penentu seseorang dapat bersikap yang seperti apa terhadap orang lain. Jika kecenderungan yang berkembang itu positif, maka itu baik. Tetapi apabila yang negatif, tentu itu kurang baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa dirinya sedang melakukan hal yang baik maupun yang tidak baik. Hal tersebut dikarenakan kurangnya kesadaran pada apa yang sedang dikerjakan atau dilakukan.
Lalu bagaimana cara untuk mengembangkan kesadaran itu? Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengembangkannya. Di dalam Saddhammapak?sin? pa?isambhid?-magga (kitab komentar pa?isambhid?-magga) disebutkan ada lima cara untuk pengendalian diri (Sa?vara), yaitu;
1. Pengendalian diri melalui kemoralan (S?la Sa?vara)
Di dalam praktiknya, kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk tidak melanggar sila. Sila bagi umat awam adalah lima sila atau sering disebut Pancasila Buddhis, sedangkan bagi seorang bhikkhu adalah Patimokkha Sila. Jika kita dapat melaksanakan sila dengan murni, maka secara otomatis pula pengendalian diri kita akan berkembang, sehingga apabila suatu saat kita akan melakukan pelanggaran sila akan cepat dikendalikan atau dengan kata lain cepat dihentikan oleh pikiran, tidak sampai dilakukan.
2. Pengendalian diri melalui kesadaran (Sati Sa?vara)
Di dalam praktiknya, kita dituntut untuk selalu menyadari apapun kegiatan yang dilakukan oleh pikiran, ucapan, maupun perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Memang bagi seorang yang baru belajar atau boleh dikatakan belum mahir dalam pengendalian oleh kesadaran, ini sulit dilakukan. Tetapi apabila seseorang melatih kesadarannya secara terus menerus, entah dengan latihan meditasi anapanasati, metta bhavana, ataupun vipassana. Maka kesadaran yang kuat, kokoh, tanpa tergoyahkan pun akan muncul. Kuncinya adalah tekad yang kuat untuk ingin maju batinnya, dan semangat yang kuat untuk terus berlatih tanpa terkalahkan oleh rasa malas, dan lain-lain.
3. Pengendalian diri melalui pandangan terang (ana Sa?vara)
Di dalam praktiknya, seseorang harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai beberapa hal, dan bukan hanya mengenai satu hal saja. Apabila seseorang dapat berpengetahuan luas, maka saat akan melakukan perbuatan apapun, ia akan berpikir dengan sangat teliti, apakah yang akan dilakukannya bermanfaat atau tidak, merugikan atau tidak, bagi diri sendiri maupun orang lain atau makhluk lain. Jika bermanfaat, menguntungkan, bagi diri sendiri dan orang lain, maka ia akan melakukannya. Tetapi apabila sebaliknya, ia tidak akan melakukannya.
4. Pengendalian diri melalui kesabaran (Khanti Sa?vara)
Di dalam praktiknya, kita dituntut untuk melatih ketahanan kita dalam menghadapi berbagai macam masalah yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Bertahan di sini berarti tidak bereaksi ketika mendapat tekanan dari orang lain. Tekanan tersebut dapat berwujud celaan, cacian, makian, kemarahan, dll. Apabila kita mampu menahan tekanan itu tanpa menimbulkan reaksi seperti rasa jengkel, dendam, maka kita dapat terus terkendali ketika kapanpun masalah muncul, siap menerimanya.
5. Pengendalian diri melalui Usaha atau Semangat (Viriya Sa?vara)
Di dalam praktiknya, kita dituntut untuk terus-menerus berusaha dengan semangat untuk terkendali dalam melakukan sesuatu hal melalui pikiran, ucapan maupun perbuatan, ehingga apapun perbuatan yang kita lakukan tersebut tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dengan terus-menerus berusaha dengan semangat tanpa rasa malas, jenuh, bosan, dalam mengendalikan diri, maka kita dapat menjalani kehidupan dengan bahagia dan tanpa cela.
Inilah lima cara yang oleh Guru Agung Buddha ajarkan untuk dapat melatih kesadaran kita. Setelah kita memiliki kesadaran yang baik dengan cara-cara di atas, tentu kita tidak akan mudah mencari-cari kesalahan orang lain, dan sibuk mengamati apa yang belum atau sudah dilakukan orang lain. Justru setelah melihat manfaat pengendalian diri bagi diri sendiri dan orang lain, ia akan lebih termotivasi untuk mengamati apa yang belum atau yang sudah dilakukan oleh dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan petikan Dhammapada di atas.
Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama belajar, berlatih, dan praktik dengan sungguh-sungguh ajaran Sang Buddha yang indah ini, agar kita dapat memperoleh manfaat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Bukan hanya sekedar teori belaka yang kita kuasai, tetapi praktik yang lebih utama. Karena dari praktiklah kita dapat mengetahui apa sesungguhnya yang diajarkan Sang Buddha. Jika seseorang hanya mengetahui, menguasai teorinya dengan baik, tetapi tanpa praktik, apalah gunanya atau manfaatnya bagi diri kita. Justru yang dapat timbul adalah kesombongan, egoisme, dll. Namun, jika seseorang mengetahui sedikit sambil dipraktikan, maka itu akan sangat bermanfaat bagi dirinya untuk waktu yang lama. Jauh lebih baik lagi, apabila kedua-duanya berjalan secara beriringan yaitu banyak teori yang dikuasai dan juga banyak praktik yang dilakukan.
Demikian uraian Dhamma ini disampaikan, semoga dapat memberikan manfaat serta dapat menjadi pengetahuan dan pedoman dalam menjalani hidup yang sesuai dengan Dhamma. Semoga dapat dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari, agar mendapat manfaat dari praktik ajaran Sang Buddha. Semoga jasa-jasa ini melimpah pada semua makhluk yang membutuhkan jasa kebajikan. Semoga semua makhluk berbahagia.
Sabbe satt? bhavantu sukhitatt?
Referensi:
Rajavacariya, Phra. dkk (Penerjemah). 2012. Kitab suci Dhammapada versi tiga bahasa (Indonesia, Inggris, dan Mandarin): Bahussuta society.
Jeto, Bhikkhu (Penerjemah). 2013. Dhamma Vibhaga. Yogyakarta: Vidyasena Vihara Vidyaloka.