SENI BERPIKIR POSITIF
“Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya.”~ Dhammapada, Yamaka Vagga syair 2 ~
Seni berpikir positif merupakan obat bagi orang yang menghargai kebaikan, sehingga bagi siapa pun yang menjunjung tinggi kebaikan pasti akan berusaha untuk berpikir positif. Seni berpikir positif adalah keterampilan untuk menggunakan pikiran ke arah yang pasti dan baik, bersifat nyata, dan membangun tentunya pikiran positif adalah pikiran yang bebas dari lobha, dosa, dan moha. Tidak semua orang mampu mempunyai keterampilan dalam keadaan yang tidak baik tetap memiliki seni berpikir positif. Pada umumnya jika seseorang diterpa masalah, atau dalam keadaan tidak baik yang muncul adalah seni berpikir negatif. Oleh karena itu, jika kita mampu melatih seni berpikir positif, akan menjadi orang terpelajar. Salah satu pengarang dan sastrawan Indonesia mengatakan Orang terpelajar hendaknya berlaku adil sejak dalam pikirannya apalagi dengan ucapan dan tindakannya (Pramoedya Ananta Toer).
Pikiran adalah pelopor, pemimpin dan juga pembentuk, orang terpelajar hendaknya tidak mengembangkan pikiran negatif. Seni berpikir negatif akan menghancurkan pikiran-pikiran baik. Dhammapada Yamaka Vagga syair pertama menyebutkan; Pikiran adalah pe-lopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya. Inilah alasan mengapa sebagai manusia hendaknya tidak mengembangkan pikiran negatif, karena akibatnya penderitaan, selain itu manusia pada umumnya tidak menyukai penderitaan, begitupun dengan semua makhluk sama halnya kita tidak menyukai penderitaan.
Seni berpikir positif sama halnya dengan memiliki pikiran benar atau kehendak benar (samm? sa?kappa). Pikiran benar, merupakan jalan tengah yang ditemukan oleh Sang Buddha, yang merupakan salah satu dari jalan mulia berunsur delapan (ariya a??ha?gika magga). Jalan ini juga dikenal sebagai jalan yang terbebas dari dua jalan ekstrim yaitu, pemuasan nafsu indrawi (k?masukhallik?nuyogo) dan menyiksa diri (attakilamath?nuyogo). Seni berpikir positif atau pikiran benar ini, terbebas dari dual hal ekstrim tersebut, dan merupakan pikiran yang terbebas dari kemelekatan, niat jahat dan kekejaman, tiga hal ini memang bentuknya halus jika masih dalam pikiran tetapi akan menjadi kasar apabila sudah diekspresikan melalui sebuah tindakan tertentu.
Sang Buddha menyebutkan Dan apakah, para bhikkhu kehendak benar? Kehendak untuk melepaskan keduniawi-an, kehendak untuk tidak memusuhi, kehendak untuk tidak mencelakai; ini disebut kehendak benar. (SN, Vibha?gasutta 45. 8). Kehendak dalam sutta ini adalah pikiran itu sendiri. Jadi ada tiga ciri bagaimana kita mengupayakan mengembangkan seni berpikir positif atau pikiran benar.
Pikiran tanpa kemelekatan atau keserakahaan (nekkhammasa?kappa)
Sumber dari penderitaan adalah kemelekatan pernyataan ini sering kita jumpai di berbagai khotbah yang disampaikan oleh Sang Buddha, nasihat ini diberikan tidak terlepas dari kasih sayang Beliau kepada semua makhluk tanpa batas. Kemelekatan adalah racun bagi setiap manusia yang belum terbebaskan, karena kemelekatan maka timbul penderitaan, kesedihan dan akan menyusul rentetan-rentetan penderitaan dan kesedihan lainnya. Hal di-karenakan seseorang melekat dengan pandangan salah menganggap benda hidup dan benda mati kekal, tidak dicengkram oleh hukum perubahan, sehingga ketika benda itu berubah karena melekat terhadap benda itu yang timbul adalah penderitaan dan kesedihan.
Belajar dan berusaha mempunyai pikiran tanpa kemelekatan (nekkhammasa?kappa) merupakan cara untuk mengikis kemelekatan. Berlatih melepas, dengan berlatih berdana, melatih melepas kesenangan indrawi dengan latihan disiplin moralitas serta latihan-latihan positif yang berkaitan dengan melepas kemelekatan. Dengan belajar melepas maka pada akhirnya tidak melekat, walaupun masih berinteraksi, berkecimpung dalam kegiatan-kegiatan sosial tetapi tidak terkontaminasi dengan pandangan salah yaitu menganggap yang tidak kekal sebagai kekal, yang tidak indah sebagai indah.
Pikiran tanpa niat jahat atau kebencian (vy?p?dasa?kappa)
Niat jahat walaupun hanya sebatas pikiran, merupakan bagian dari perbuatan buruk (akusala kamma), karena perbuatan ini termasuk dalam tindakan berpikir tidak baik atau seni berpikir negatif. Perlu diketahui, sesuatu dikatakan kamma apabila didasari dengan cetana (niat, kehendak) itu sendiri. Oleh karena itu niat jahat harus ditinggalkan, apabila tidak ditinggalkan maka akan memicu munculnya kondisi-kondisi pikiran tidak baik yang lainnya.
Untuk menekan niat jahat atau kebencian sebagai seorang praktisi Dhamma bisa mengembangkan mett? (cinta kasih). Cinta kasih hendaknya dikondisikan untuk dilatih, karena jika cinta kasih tidak dikondisikan untuk dilatih, maka sampai kapan pun tidak akan mampu melintas dalam pikiran seseorang. Mett? bisa dilatih seperti halnya instruksi yang terdapat di Sedaka Sutta dalam Sa?yutta Nik?ya yaitu,Att?na? bhikkave, rakkhato para? rakkhati, para? rakkhanto att?na? rakkhati. Siapa pun yang melindungi diri sendiri, dia melindungi orang lain, dan siapa pun yang melindungi orang lain, dia melindungi diri sendiri. Apabila mett? seperi ini, yang bertujuan untuk menghindari niat jahat dikembangkan dengan dimulai dalam diri sendiri, maka akan sangat efektif dan dapat dipahami dalam bentuk praktik.
Pikiran tanpa kekejaman atau kekerasan (avihi?sasa?kappa)
Sifat kejam menunjukkan ketidakmampuan seseorang untuk mengembangkan sifat belas kasihan barang secuil saja. Orang yang mempunyai pikiran kejam dan keras, akan menindas dan mempersulit orang lain, hal ini terjadi karena sifat demikian cenderung menyakiti dan melukai. Walaupun kekejaman dan kekerasan dalam pikiran saja, tentu hal ini sangat berbahaya, karena semakin menumpuk dalam pikiran serta terampil dalam melakukannya, maka akan menimbulkan tindakan yang kejam dan keras terhadap pandangan dan pikiran yang tidak sejalan dengan kita. Oleh karena itu hal ini harus dihindari bahkan jika bisa harus ditinggalkan.
Karu?? (belas kasih) adalah salah satu sifat batin yang mampu merontokkan kekejaman dan kekerasan. Mental belas kasih mempunyai fungsi untuk mengusir kekejaman dan kekerasan, hal ini karena di dalam mental belas kasih ada mental yang terbebas dari kekejaman dan kekerasan. Dengan belas kasih, maka akan muncul karakter positif yaitu selalu membantu seseorang yang sedang tertimpa masalah, yang sedang mengalami kesulitan dalam kehidupan sebagai manusia.
Seni berpikir positif hendaknya dilatih dan diusahakan, karena orang akan menjadi terampil apabila memulainya sedikit demi sedikit. Anak-anak akan bisa membaca dengan lancar apabila mau berlatih kata demi kata, begitu pun orang akan terampil menerapkan seni berpikir positif apabila mau melatihnya sedikit demi sedikit. Seni berpikir positif adalah solusi kedamaian bagi setiap manusia, karena jika setiap manusia mempunyai pikiran benar maka akan dapat membahagiakan dirinya sendiri dan makhluk lain. Pikiran benar adalah salah satu jalan lenyapnya dukkha. Pubbe c?ha? bhikkhave, etarahi ca dukkhaceva pa?pemi, dukkhassa ca nirodha?. Baik di masa lalu atau saat ini, apa yang kuajarkan adalah tentang dukkha dan lenyapnya dukkha. (M. I, 140: Alagadd?pama Sutta; S. IV, 384: Anur?dha Sutta). Pahami dan me-ngertilah dukkha maka akan mencapai lenyapnya dukkha. Karena jika buta dan tidak mengerti dukkha, maka sama halnya buta dengan diri sendiri karena dukkha dan lenyapnya dukkha ada di sini, di dalam tubuh jasmani beserta kesadarannya yang tidak lebih dari satu depa ini.
Referensi:
-Dr. Sunanda, Say?daw. 2018. Tanya Jawab Dhamma bersama Say?daw Dr. Sunanda. Jakarta Barat: Yayasan Satip??h?na Indonesia.
-Vijano, Win.2013. Kitab Suci Dhammapada. Singkawang selatan: Bahussuta Society.
-https://legacy.suttacentral.net/id/sn45.8 diakses 5 Agustus 2019
-https://legacy.suttacentral.net/id/sn47.19diakses 5 Agustus 2019
-https://legacy.suttacentral.net/id/mn22diakses 5 Agustus 2019