Hidup Adalah Petualangan
Idha nandati pecca nandati, katapuñño ubhayattha nandatiDi dunia ini ia berbahagia, di dunia sana ia berbahagia;pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia.(Dhammapada I:18)
Semua orang berkeyakinan bahwa hidup di dunia ini hanya sementara, hal ini diperkuat dengan banyaknya ungkapan-ungkapan muncul. Baik berbentuk syair, puisi dan kalimat bahkan yang termaktup dalam kitab suci Ajaran Agama.
Kita tidak asing mendengar kalimat hidup ini hanya mampir minum, hidup ini perjalanan, hidup ini sementara. Dengan adanya ungkapan tersebut menjadi nyata adanya bahwa kita berkeyakinan hidup ini bukan satu-satunya kehidupan yang akan kita jalani, alami, arungi dan salami.
Dalam kitab Suci Ajaran Agama pula dinyatakan bahwa hidup ini bukan yang terakhir karena masih ada surga (sugati) alam bahagia, dan neraka (duggati) alam menderita. Sudah tentu alam tersebut bukanlah hadiah, ganjaran, imbalan bahkan hukuman, namun, merupakan kelanjutan dalam proses perjalanan hidup seseorang.
Karena di semesta alam ini ada hukum aksi-reaksi, sebab-akibat yang saling berkaitan (pa?iccasamupp?da), dimana ada sebuah aksi (sebab) yang terjadi akan diikuti oleh reaksi sebagai rentetan dari adanya akibat yang muncul, dan akibat yang ada pun akan menjadi sebab yang baru dan terus berlanjut demikian.
Apakah dengan demikian hidup ini tiada akhir? Hidup ini ada akhirnya. Dimana seseorang telah mampu melemahkan, menghacurkan, menghentikan dan membersihkan sebab-sebabnya (sa?khara - benih-benih kamma) dari akibat yang ada. Itulah berakhirnya sebuah proses karena padam atau berhenti.
Untuk dapat menghentikan sebuah proses hidup yang telah bergerak bagai kereta yang ditarik ratusan kuda ini sudah tentu membutuhkan sebuah energi, kekuatan yang luar biasa. Oleh karena itu kita katakan Hidup adalah Petualangan. Pengembaraan yang panjang, perjalanan, perjuangan tiada henti.
Mengapa berpetualangan? Untuk mengumpulkan tenaga, kekuatan, energi, guna menghentikan laju kereta yang begitu kencang bahkan kalau bisa kita bom atom. Sekali tembak habis hancur-lebur, berhenti dan padam.
Apakah yang dimaksud kekuatan itu, apakah kita perlu membentuk pasukan, tentara, bahkan pendekar perang? Kekuatan bahkan bom yang kita maksud adalah kebajikan! Kita perlu sebanyak-banyaknya mengumpulkan, menghimpun, menumpuk bahkan menyewa kalau bisa, yakni kebajikan.
Dalam petualangan itulah kita menyiapkan, mensiasati bagaimana kita bisa menata serdadu kebajikan untuk menghentikan laju kereta yang sangat kencang. Oleh itulah menjadi sangat tepat kalau hidup ini kita perupamakan seperti petualangan.
Seorang pengembara yang hidupnya berpindah-pindah tempat, dari kota ke desa, dari desa ke pelosok lembah bahkan ke puncak bukit adalah untuk menyelami hidup, mencari pengalaman dan nilai kehidupan sejati. Apakah yang menjadi bekal mereka?
Ada empat hal yang menjadikan seseorang berhasil mengumpulkan bekal hidupnya, yakni: Chanda: gembira, senang, menyenangi apa yang dilakukan. Ini adalah modal utama bagi kita untuk berupaya mengumpulkan bekal. Diawali suasana hati dan pikiran yang senang dan gembira kita akan mampu melakukan pekerjaan walau terasa berat, sukar, sulit bahkan serasa tidak mungkin bisa dilakukan, namun banyak hal terjadi yang di luar dari perkiraan kita bisa dilakukan.
Bagaimana mengkondisikan hati yang gembira dan senang inilah yang memerlukan metode luar biasa, yakni: pandangan, pengertian, dan pola pikir benar. Mengetahui hidup adalah perubahan (anicca), tidak bertahan (dukkha) tanpa inti (anatta), akan memunculkan kegembiraan; mengerti bahwa hidup adalah aksi-reaksi (kamma-niyama) dan pola pikir benar tidak beritikat jahat, iri, dengki, dendam dan egois dapat memunculkan kesenangan hati.
Dari hati dan pikiran yang gembira, senang akan muncullah energi yang luar biasa yang dapat digunakan untuk berupaya mengerjakan apapun yang kadang tak terpikir akan bisa terjadi adalah Viriya: semangat, rajin, ulet. Di kala gelora hati membara menyala perjalanan jauh terasa dekat, beban berat terasa ringan, malam terasa siang sehingga dapat dengan mudahnya menyelesaikan tugas pekerjaanya.
Gelora hati yang membara menyalanyala akan menjadi senjata ampuh bahkan melebihi kekuatan bom atom di Hirosima yang hanya mampu menghacurkan fisik namun, Citta: perhatian sepenuh hati mampu meluluhlantakkan kekotoran batin seseorang. Kesungguhan hati adalah kekuatan batin yang luar biasa mereka para siswa mulia mencapai tataran kesucian karena kesungguhan hati, tegar, teguh, kokoh, apalagi untuk hal yang bersifat duniawi atau material.
Problimnya adalah kita tidak memiliki totalitas, kesungguhan hati sehingga apa yang kita harapkan belum bisa tercapai, penuh dengan keraguan, bimbang, khawatir yang selalu menggerogoti kekuatan dan daya juang kita sehingga belum tercapai kita telah kalah.
Hal yang terakhir yang perlu kita perhatikan adalah kenapa kita belum bisa meraih apa yang kita cita-citakan adalah perlu adanya analisa, penyelidikan, perenungan, introspeksi yakni: Vima?sa, apa penyebabnya, apa kekurangannya, apa hambatannya yang menjadikan kita belum dapat merealisasi tujuan. Apakah tujuan dan pelaksanaannya telah sesuai, apakah didukung dengan kondisi yang diperlukan, apakah sesuai norma dan hukum yang berlaku. Itulah yang sangat perlu dikaji dan telaah kembali.
Empat Dhamma ini merupakan bekal yang tak ternilai bagi kita pengembara untuk mengumpulkan bekal kehidupan hingga memperoleh kekuatan besar untuk menghentikan laju kereta yang begitu kencang, namun selama kita belum memiliki energi tersebut tentulah kita akan terus terbawa laju kereta mengembara ke mana-mana itulah kehidupan dari satu alam ke alam lain.
Buddha bersabda: Di dunia ini ia berbahagia, di dunia sana ia berbahagia; pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia. Ia akan berbahagia ketika berpikir, Aku telah berbuat bajik dan ia akan lebih berbahagia lagi ketika berada di alam bahagia. (Dhammapada I:18)