Praktik Dhamma Merupakan Tanggung Jawab Hidup Kita
-
Kualitas hidup kita dikondisikan oleh kualitas tindakan kita. Sang Buddha mengajarkan kita untuk mempunyai suatu pendirian yang mantap pada potensial manusia. Dikatakan bahwa kita adalah makhluk yang menguasai kemampuan yang luar biasa untuk mempertanggungjawabkan apa yang kita pikirkan, lakukan, katakan, dan untuk mengembangkan kebijaksanaan serta rasa kasihan.
Kita dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk menahan diri dari tindakan jasmani, ucapan, dan pikiran yang menyebabkan diri kita dan orang lain menderita. Kita dapat belajar untuk melaksanakan tindakan itu dari badan jasmani, ucapan, dan pikiran yang membawa pada kebahagiaan dan kedamaian. Kita dapat memurnikan pikiran kita. Demikian ajaran Sang Buddha me mpunyai kaitan dengan sifat alami hidup kita dan berarti kita dapat membasmi ketidakpuasan dan kepalsuan yang sangat menyedihkan itu. Sebagai konsekuensi ajaran Sang Buddha janganlah dilihat sebagai dogma yang dilekati, tetapi sebagai alat yang digunakan untuk mengembangkan potensi dalam diri kita.
Agama Buddha adalah suatu agama yang menekankan pada perbuatan baik dan kebijaksanaan daripada kepercayaan, sebagai kebaikan tunggal yang paling penting. Oleh karena itu, untuk memperoleh keseimbangan dan keharmonisan hidup, umat Buddha tidak cukup hanya membaca buku Dhamma, begitu pula dengan hanya memiliki suatu pengetahuan teoritis Buddha Dhamma. Juga sebaliknya, tidak cukup secara membuta mengikuti tradisi Buddhisme tanpa suatu pengetahuan akan makna yang sesungguhnya. Sang Buddha selalu menganjurkan umat awam (tidak hanya bhikkhu) untuk mempraktikkan Dhamma. Bagi umat awam, hal ini kadang-kadang terdengar begitu sulit. Setelah mendengar kata ’mempraktikkan (pa?ipatti), mungkin saja mereka berpikir, ”Oh, saya harus menjadi samanera atau bhikkhu yang tinggal di vihara ataupun di hutan.” Namun sesungguhnya, praktik Dhamma tidak hanya untuk samanera dan para bhikkhu ataupun penghuni hutan (forest dwellers).
Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat banyak cara untuk mempraktikkan Dhamma. Berdana (d?namaya) adalah Dhamma. Melaksanakan sila dengan sempurna (s?lamaya) adalah Dhamma. Pengembangan batin atau meditasi (bh?van?maya) adalah Dhamma. Menghormat dan rendah hati (apac?yanamaya) adalah Dhamma. Membantu dan melayani orang lain (veyy?vacamaya) adalah Dhamma. Memberikan jasa kepada orang atau makhluk lain (pattid?namaya) adalah Dhamma. Berbahagia melihat orang lain berbuat baik (patt?numodan?maya) adalah Dhamma. Mendengarkan dan belajar Dhamma (dhammasavanamaya) adalah praktik Dhamma. Mengajarkan Dhamma (Dhammadesan?maya) adalah praktik Dhamma. Meluruskan pandangan agar berpandangan benar (di??hujukamma) adalah Dhamma. Sepuluh cara untuk berbuat baik ini merupakan tuntutan bagi umat awam di dalam mempraktikkan Dhamma.
Dalam sutta tentang penimbunan harta sejati (Nidhika??a Sutta, Khuddakap??ñha, Khuddaka Nik?ya) tersirat bahwa timbunan harta kebajikan bukanlah seperti timbunan harta karun duniawi yang begitu mudah hilang atau mudah dihancurkan. Timbunan harta kebajikan merupakan pengikut setia (a follower unlosable). Kebajikan akan mengikuti pembuatnya dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya dan manfaatnya tak akan pernah hilang, walaupun akhirnya mungkin kehabisan tenaga kalau tidak ada perbuatan baik selanjutnya yang dilakukan.
’Harta karun’ biasanya tertimbun oleh motif keegoisan. Nah, motif apa yang menyebabkan perbuatan baik dilakukan? Motif, bervariasi, sepenuhnya tergantung kepada si pembuatnya. Lalu, apakah seseorang harus menunggu untuk memetik buah dari kebajikannya itu di masa depan ataukah dalam satu kehidupan mendatang? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan mengatakan inti buah dari kebajikan adalah kebahagiaan, dapat dialami di sini dan sekarang; sementara itu buah-buah lainnya mungkin dipetik di masa mendatang.
Secara alamiah, kebahagiaan akan mengikuti seseorang yang membuat batinnya suci dan bergembira dalam melakukan segala sesuatu yang baik. Apabila umat Buddha adalah orang-orang yang berbahagia, dan kebahagiaannya itu tidak berada di luar kesenangan yang fana dan lemah, maka hal ini karena di antara mereka yang mempraktikkan, mereka mengetahui, bahwa cara menuju kebahagiaan adalah sesegera dan sekontinyu mungkin melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Nidhika??a Sutta: “… bagi seorang wanita dan pria, berdana dan bermoral baik, dapat menahan nafsu dan berpengendalian diri, merupakan timbunan harta terbaik. Harta itu dapat diperoleh dengan berdana kepada cetiya, sa?gha, orang lain atau tamu, ayah dan ibu atau orang yang lebih tua. Inilah harta yang disimpan sempurna, tak mungkin hilang, walaupun suatu saat akan meninggal, ia tetap akan membawanya … Setiap kejayaan manusia, kebahagiaan di alam surgawi, bahkan kesempurnaan Nibb?na, semuanya dapat diperoleh melalui kebajikannya itu … oleh karena itu, orang bijaksana selalu bertekad untuk menimbun harta kebajikan itu”.
Sumber: D?ghanik?ya A??hakath? III, 999; Compendium of Philosophy 146