Cantik Itu Dari Dalam

 Cantik Itu Dari Dalam

Vācānurakkhī manasā susaṁvuto, kāyena ca nākusalaṁ kayirā;

Ete tayo kammapathe visodhaye, ārādhaye maggamisippaveditaṁ’ti.

Hendaknya ia menjaga ucapan dan mengendalikan pikiran dengan baik, serta tidak melakukan perbuatan jahat melalui jasmani. 

Hendaknya ia memurnikan tiga saluran perbuatan ini, memenangkan ’Jalan’ yang telah dibabarkan oleh Para Suci.

 

(Dhammapada, Magga Vagga 281)



Pada dasarnya kecantikan selalu identik dengan penampilan atau bentukan dari jasmani. Dengan memiliki kecantikan jasmani, membuat seseorang cenderung banyak disukai dan digemari oleh banyak orang. Dari fenomena seperti ini, banyak orang kemudian mengejar dan mengupayakan untuk memiliki kecantikan jasmani dan lupa, bahwa ada satu kecantikan yang lebih penting dan utama untuk diupayakan, yaitu kecantikan batin. Di Indonesia, seseorang dikatakan cantik secara jasmani, ditandai dengan; memiliki kulit yang cerah dan bersih, bentuk tubuh langsing, wajah simetris, rambut lurus dan hitam, serta memiliki senyum yang manis. Ciri seperti ini mungkin hanya berlaku di Indonesia saja dan mungkin di negara lain akan berbeda. Tetapi cantik dari dalam, menurut pandangan para bijaksana hanya memiliki satu ciri; yaitu pikiran yang bersih, tidak terkontaminasi oleh pengotor batin yang diakari oleh keserakahan, kebencian dan ketidaktahuan.

Kecantikan batin, yang dipancarkan melalui kualitas positif, salah satunya seperti; cinta kasih, kebijaksanaan dan moralitas, dianggap jauh lebih penting daripada penampilan luar, yang tidak begitu memiliki peran penting dalam pengembangan batin. Buddhisme memandang, kecantikan dari dalam sangat ditekankan sebagai sesuatu yang lebih penting daripada kecantikan fisik. Bukan dengan hiasan luar seseorang menjadi cantik, tetapi dengan kebajikan dan kebijaksanaan yang dipraktikkan dalam hidupnya. Karena pada dasarnya, cantik tidak hanya bisa didapatkan atau muncul dari luar tetapi juga dari dalam.

Seseorang hendaknya mengupayakan untuk mempercantik batin, yaitu dengan melakukan kebajikan melalui praktik dana, sila dan samadhi, menjaga perilaku baik dari ucapan, tindakan atapun pikiran, mengembangkan cinta kasih, kebijaksanaan, memiliki keberpuasan, dan kejujuran. Singkatnya yaitu dengan “tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa melakukan kebajikan dan membersihkan batin sendiri”.

Dalam Vattūpama Sutta, terdapat salah satu pernyataan yang disampaikan Sang Buddha, berkaitan dengan pikiran yang bersih; “Para bhikkhu, misalkan sehelai kain yang kotor dan bernoda, dan seorang pencelup mencelupnya ke dalam pewarna, apakah biru atau kuning atau merah atau merah muda; kain itu akan terlihat dicelup dengan tidak baik dan warnanya tidak murni. Mengapakah? Karena ketidak-murnian kain tersebut. Demikian pula, ketika pikiran kotor, maka alam tujuan yang tidak bahagialah yang dapat diharapkan. Para bhikkhu, misalkan sehelai kain yang bersih dan cemerlang, dan seorang pencelup mencelupnya ke dalam pewarna, apakah biru atau kuning atau merah atau merah muda; kain itu akan terlihat dicelup dengan baik dan warnanya murni. Mengapakah? Karena kemurnian kain tersebut. Demikian pula, ketika pikiran bersih, maka alam tujuan yang bahagialah yang dapat diharapkan”.

Dalam kutipan di atas kita bisa melihat bahwa, dengan pikiran yang kotor seseorang akan terseret ke dalam penderitaan dan sebaliknya, dengan pikiran yang bersih akan membawa pada kebahagiaan. Pikiran adalah pelopor dari segala macam bentuk tindakan dan ucapan. Dengan memiliki pikiran yang bersih, maka tindakan dan ucapan yang tanpa cela akan menjadi manifestasinya. Maka hendaknya, seseorang berupaya untuk mempercantik batin, membersihkan pikiran dengan mengendalikan, menjaga, dan melatihnya. Inilah kecantikan yang sejati, yaitu kecantikan batin yang muncul dan berkembang di dalam diri, yang akan membawa pada kebahagiaan yang sesuai dengan Dhamma.


Refrensi:


Oleh: Bhikkhu Varasaddho

Minggu, 09 Februari 2025


Vihāra Jakarta Dhammacakka Jaya

https://www.dhammacakka.org

Related post