Empat Jenis Manusia
- Puja Bakti Umum
- May 26, 2024
- 8 minutes read
“Kiṃsīlo kiṃsamācāro, kāni kammāni bruhayaṃ;
Naro sammā niviṭṭhassa, uttamatthanca pāpuṇe”
“Budi pekerti apa, perilaku apa saja, dengan mempraktikkan kamma apa; Seseorang kokoh dengan sempurna dan mencapai hasil yang tinggi”
Paññaya atthaṁ jānāti, ñāto attho sukhāvaho
(Theragāthā 141)
Pada umumnya umat Buddha mengenal Sang Buddha telah memberikan pengajaran selama 45 tahun. Beliau telah memberikan wawasan, pengetahuan serta kebijaksanaan kepada semua makhluk di alam semesta. Hal ini disampaikan, ditegaskan dan ditandaskan agar makhluk hidup mampu mengentaskan diri dari samsara kehidupan yang berulang-ulang. Terpaan kehidupan dilandasi oleh penderitaan, namun sejak awal Buddha telah menyampaikan bagaimana cara untuk melewati itu semua. “Segala sesuatu yang timbul akan lenyap, maka berusahalah dengan sungguh sungguh”.
Buddha memberikan tuntunan berupa Dānā, Sīla, Samadhi, dan Pañña. Itu semua ditunjukkan dengan penuh kewelas-asihan dan cinta kasih tanpa batas. Namun tidak semua makhluk mampu menembus dan memahami arti kehidupan. Umumnya manusia hidup di dunia ini masih memiliki keinginan kuat untuk mencari dan mendapatkan kebahagiaan. Sulit bagi mereka untuk memahami bahwa yang dikejar dan dicari di setiap momen kehidupan mengarah kepada penderitaan. Maka dalam hal ini Sang Buddha menyampaikan ada 4 jenis manusia di dalam kehidupan ini. Mūsika Sutta bercerita tentang analogi atau perumpamaan tikus yang diumpamakan sebagai sifat atau karakter manusia pada umumnya.
Perumpamaan biasanya digunakan oleh Sang Buddha bertujuan agar seseorang mampu memahami dan mengingat ajaran yang disampaikan. 4 jenis manusia yang diumpamakan halnya perilaku layaknya tikus, yaitu:
Tikus yang suka menggali lubang, namun tidak mau tinggal di lubang tersebut. Seseorang yang suka belajar banyak ajaran Sang Buddha (digali, dipelajari seperti Sutta, Gatha Abhidhamma, namun dia tidak mau mempraktikkannya).
Tikus yang melihat ada lubang dan hanya tinggal di dalamnya, tikus tersebut tidak mau menggali lubang tersebut. Seseorang yang hanya sekadar tahu ajaran Buddha, namun tidak mau menggalinya; mempelajarinya sedalam-dalamnya. Namun seseorang tersebut mau mempraktikkan apa yang diketahui berkaitan dengan ajaran Sang Buddha.
Tikus yang tidak mau menggali lubang dan tidak mau tinggal di dalam lubang. Seseorang yang tidak peduli dengan teori serta praktik apa yang telah diajarkan sang Buddha. Tidak ada keinginan untuk mengarahkan kehidupannya pada praktik yang membawa kebebasan.
Tikus yang senang menggali lubang dan tinggal di dalamnya. Seseorang yang selain menggali banyak teori-teori Dhamma ajaran Sang Buddha, berupaya untuk menggali sedalam mungkin, mengklarifikasi sedalam mungkin poin-poin Dhamma; juga berupaya mempraktikkan apa yang dipelajari, berupaya untuk hidup sesuai dengan Dhamma. Mau menganalisa apa yang diingat dan mengklarifikasi secara praktik nyata (Ehipassiko).
Menyadari bahwa setiap makhluk memilki waktu yang sama dalam satu hari yakni 24 jam, maka hendaknya kita bisa menggunakan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Dalam hal kesempatan tidak semua manusia memiliki kesempatan yang sama. Menilik kisah kehidupan yang keras dari Sang Buddha, hendaknya menjadi cermin kehidupan bagi kita. Memperjuangkan kehidupan atas kehendak pribadi tanpa tuntutan pihak lain. Marilah kita menggunakan waktu dengan sebaik baiknya untuk belajar dan mempraktikkan ajaran Sang Buddha.
Referensi:
Theragāthā 141, Khuddaka Nikāya
Dhammacitta Mūsika Sutta, An 4: 107, Bhikkhu Bodhi
Paritta Suci (STI), Bhikkhu Dhammadhīro Mahāthera
Oleh Bhikkhu Jayadhiro
Minggu, 26 Mei 2024