Ikan Yang Beruntung
- Jātaka
- August 6, 2013
- 4 minutes read
Pada suatu ketika, Raja Brahmadatta memiliki seorang penasihat yang sangat bijaksana yang memiliki kemampuan berbicara dengan para binatang. Ia mengerti apa yang mereka ucapkan dan ia dapat berbicara kepada mereka dengan menggunakan bahasa mereka.
Suatu hari si penasihat sedang berjalan-jalan di sepanjang pinggir sungai dengan para pengikutnya. Mereka menghampiri beberapa nelayan yang melemparkan jaring besar ke dalam sungai. Ketika mengamati dengan seksama ke dalam air, mereka memperhatikan seekor ikan tampan besar sedang mengikuti istrinya yang cantik.
Seraya para nelayan mengirimkannya peluncur ke dalam air, sisiknya yang berkilauan memantulkan cahaya matahari pagi dalam semua warna pelangi. Siripnya mengipas-ngipas seperti sayap-sayap lembut sang peri. Jelas bahwa suaminya begitu terpesona oleh paras dan caranya bergerak, hal itu membuat ia tidak memperhatikan hal lainnya!
Ketika mereka datang mendekati jaring itu, istri si ikan mencium baunya. Kemudian ia melihatnya dan dengan waspada menghindarinya pada saat momen terakhir. Tetapi suaminya sangat dibutakan oleh nafsu keinginannya terhadap si istri, ia tidak dapat memutar arahnya cukup cepat. Malahan, ia berenang menuju ke dalam jaring dan telah terperangkap!
Para nelayan menarik jaring mereka dan melemparkan ikan besar tersebut ke tepi pantai. Mereka menyalakan api dan memahat sebuah tempat panggangan untuk memanggangnya.
Terbaring di atas tanah, ikan itu menggelepar-gelepar dan mengerang kesakitan. Karena si penasihat yang bijaksana itu mengerti bahasa ikan, ia menerjemahkan kepada pengikutnya. Ia berkata, Ikan malang ini dengan gilanya selalu mengulang kata-kata:
istriku! Istriku! Aku harus bersama istriku!
Aku jauh lebih peduli kepadanya daripada hidupku sendiri
Si penasihat berpikir, Sungguh ikan ini telah menjadi gila. Ia berada di dalam situasi yang mengerikan ini karena ia telah menjadi budak bagi nafsunya sendiri. Dan hal ini jelas bahwa ia belum belajar apa pun dari hasil-hasil tindakannya. Jika ia meninggal dalam kondisi kesakitan semacam itu, dan nafsu keinginan yang menjadi penyebabnya di dalam pikirannya, ia pasti akan terus menderita dengan terlahir kembali di beberapa alam neraka. Oleh karena itu aku harus menyelamatkannya!
Kemudian si laki-laki yang baik ini menghampiri para nelayan itu dan berkata, Oh kawanku, rakyat yang setia bagi raja, kalian belum pernah memberikanku beserta para pengikutku seekor ikan pun untuk kari kami. Maukah kalian memberikan seekor kepada kami hari ini?
Mereka menjawab, Oh menteri, silahkan terimalah dari kami ikan mana pun yang anda inginkan! Ikan yang besar di tepi sungai nampaknya nikmat, ucap si penasihat. Silahkan membawanya, Tuan. Jawab mereka.
Kemudian si penasihat duduk di tepi pantai. ia mengambil ikan itu yang masih tetap mengeram, ke dalam tangannya. Ia berbicara kepadanya dalam bahasa yang hanya ikan dapat mengerti, Kamu ikan yang bodoh! Jika aku tidak bertemu denganmu hari ini, kamu pasti telah mendapatkan dirimu sendiri terbunuh. Nafsu keinginanmu yang membuta membawamu melanjutkan penderitaan. Mulai sekarang, jangan biarkan dirimu terjerat oleh nafsu-nafsu keinginanmu sendiri!
Lalu ikan itu menyadari bahwa betapa beruntungnya ia telah menemukan seorang teman semacam itu. Ia berterima kasih kepada si penasihat atas nasihatnya yang bijaksana. Penasihat tersebut melepaskan kembali ikan yang beruntung itu ke dalam sungai dan melanjutkan perjalanannya.
Pesan Moral: Orang dungu terjerat oleh nafsu keinginannya sendiri.
Diterjemahkan oleh Ika Pritami
Editor oleh Selfy Parkit
Sumber: Prince Goodspeaker Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50