Cancel Preloader

Sejarah

Vihāra Jakarta Dhammacakka Jaya (VJDJ) merupakan sebuah vihāra Theravāda pertama yang memiliki Simā atau prasarana penahbisan bhikkhu di Indonesia. Vihāra yang berlokasi di daerah Sunter, Jakarta Utara ini didirikan dengan harapan untuk menjadi mother temple atau vihāra induk bagi vihāra-vihāra Theravāda lain di Indonesia.

Pemrakarsa berdirinya VJDJ ini adalah seorang bhikkhu dari Thailand, Phragru Dhammadhron Sombat (Sombati Pavitto Thera). Kala itu Bhikkhu Sombat, demikian panggilan akrab beliau, sedang bertugas di Indonesia. Beliau bertekad kuat untuk dapat membangun sebuah vihara yang dapat melahirkan para bhikkhu dari putra-putra Indonesia. Bhikkhu Sombat mulai mencari tanah yang tepat untuk membangun vihara yang memiliki Uposathagara sehingga dapat menahbiskan bhikkhu-bhikkhu yang akan mengembangkan Buddhasasana di Indonesia ini. Setelah melalui perjuangan yang keras dan panjang, akhirnya berdirilah dengan megah Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya dengan sumbangan dari berbagai pihak baik dari dalam dan dari luar negeri.

Dalam proses pencarian lokasi yang sesuai, bertemulah beliau dengan Anton Haliman, pengusaha properti penggarap lahan yang kini menjadi lokasi VJDJ. Kedua tokoh ini merupakan dua pemeran utama, di samping banyak tokoh dan simpatisan agama Buddha lainnya, yang telah berandil besar dalam proses awal dengan penuh tantangan dalam mewujudkan VJDJ.

Rancangan dan arsitek kompleks vihara dikerjakan oleh Bapak Rai Pratadaja sehingga Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya dapat selesai dengan sempurna dan sampai sekarang ini tetap menjadi tempat bernaung para bhikkhu Sangha Theravada Indonesia dan tempat umat belajar dan melaksanakan Buddha Dhamma khususnya di daerah Jakarta dan sekitarnya.

Berikut ini akan diuraikan secara kronologis riwayat pendirian VJDJ, berdasarkan catatan yang ada maupun ingatan dari para pelakunya yang berhasil dihubungi. Selain itu, juga akan dipaparkan perkembangan VJDJ dalam hal prasarana, sarana, dan kegiatannya hingga kini.

1981: Dari Gagasan Sampai Mendapatkan Lahan
Pemikiran awal untuk mendirikan sebuah vihāra Theravāda muncul dalam benak Bhikkhu Sombat karena waktu itu di Jakarta tidak terdapat vihāra yang sesuai bagi bhikkhu Theravāda seperti dirinya. Beberapa bhikkhu mazhab Theravāda asal Thailand yang singgah di Jakarta terpaksa menginap di vihāra mazhab lainnya.

Pada suatu hari, Bhikkhu Sombat diberitahukan oleh seorang paranormal dari Thailand, Khun Suthat, yang mendapatkan petunjuk dari gurunya, Achan Nirod. Dikatakan bahwa di kawasan utara Jakarta, terdapat sebuah lokasi yang baik untuk mendirikan vihāra. Konon pada jaman dahulu di situ adalah pusat kota. Disebutkan pula beberapa ciri lokasi tersebut, yaitu lahannya agak tinggi, terdapat sebuah pohon besar dengan sumber air di bawahnya. Atas dasar petunjuk tersebut, Bhikkhu Sombat dibantu umat bernama Liem Tiang Seng (kemudian menjadi Bhikkhu Piyadhammo) mencari lokasi dimaksud. Setelah mengunjungi sejumlah lokasi, pada akhirnya Bhikkhu Sombat menemukan sebuah lahan di daerah Sunter yang diyakini sebagai lokasi dimaksud. Di tempat itu memang tumbuh dua pohon besar dan di bawahnya terdapat mata air yang jernih. Segera mereka mencari informasi siapa pemilik lahan yang masih dipenuhi ilalang tersebut. Ternyata lahan tersebut di bawah penguasaan PT. Agung Podomoro, dengan Anton Haliman sebagai direktur utamanya.

Selanjutnya Bhikkhu Sombat mengajak Bhikkhu Pannavaro, yang saat itu menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sangha Theravāda Indonesia (STI), ke kantor PT. Agung Podomoro untuk menemui dirutnya yang akrab disapa dengan Pak Anton Haliman. Karena keterbatasan dana yang dimiliki, panitia pembangunan vihāra semula hanya berencana membeli lahan seluas seribu meter persegi. Namun setelah bertemu dengan Pak Anton, ia menganjurkan agar panitia membeli satu blok yang luasnya sekitar satu hektar. Ketika mengetahui keterbatasan dana panitia tersebut, Pak Anton berkata akan membantu jika panitia berhasil mendapatkan ijin mendirikan vihāra dari Gubernur DKI Jakarta.

Mungkin karena sudah matang, terlebih lagi waktu itu daerah tersebut masih dipenuhi rawa dan ilalang tinggi, maka ijin mendirikan vihāra relatif mudah diperoleh. Ketika bertemu kembali dengan Pak Anton, ia meminta panitia membuat surat resmi kepada Komisaris PT. Agung Podomoro. Surat tersebut segera dibuat dan ditandatangani oleh Bhikkhu Pannavaro selaku Sekjen STI. Tidak lama berselang, surat balasan dari PT. Agung Podomoro pun diterima. Surat jawaban resmi yang ditandatangani oleh Anton Haliman selaku Direktur Utama dan Imam Soekotjo selaku Presiden Komisaris tersebut menyatakan PT. Agung Podomoro memberikan ijin prinsip penyerahan lahan untuk pembangunan vihāra seluas 8.640 m2 (setelah dikurangi untuk sarana jalan dan lahan hijau sesuai permintaan Kota Praja).

Yayasan VJDJ mengemban amanat untuk mendirikan sebuah vihāra menurut tradisi Buddhis yang masih berlaku. Menurut tradisi Buddhis, vihāra bukanlah sekedar tempat ibadah-pemujaan, tetapi juga merupakan forum sosial umat. Dalam kompleks vihāra terdapat sarana pendidikan, perawatan orang sakit atau jompo, anak terlantar, balai pertemuan, museum benda kebudayaan, dan sarana prasarana lain untuk kesejahteraan masyarakat. Yayasan VJDJ akan membangun kompleks vihāra sesuai kemampuan dan luas lahan yang tersedia, serta memenuhi syarat yang layak sebagai vihāra di ibukota Republik Indonesia.

Bhikkhu Sombat terjun langsung mengawasi proses pembangunan VJDJ siang dan malam. Beliau tinggal di sebuah bedeng di dalam lokasi pembangunan vihāra. Prasarana pertama yang dibangun dalam kompleks VJDJ adalah Simā atau Uposathāgāra (Gedung Uposatha).

Perjalanan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya sampai sekarang ini mewarnai perkembangan Buddha Dhamma di Indonesia, terutama di Jakarta dan sekitarnya Pada saat awal peresmian Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya pada tanggal 24 Agustus 1985, umat yang datang ke vihara masih sedikit, sekarang setelah 25 tahun kemudian, vihara tidak dapat lagi menampung umat yang ingin melakukan puja bakti dan mempunyai kegiatan yang beragam, baik untuk anak-anak hingga manula. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya diputuskan untuk merencanakan pembangunan gedung berlantai 8 yang berlokasi di belakang Uposathagara. Gedung ini direncanakan untuk menampung kegiatan umat yang bertambah banyak terutama untuk anak sekolah minggu dan kegiatan remaja dan pemuda yang menjadi generasi penerus kita. Semoga pembangunan gedung ini dapat segera terwujud dengan dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat memenuhi kegiatan vihara yang semakin tinggi untuk kepentingan semua umat.