Buah Mangga Surgawi

 Buah Mangga Surgawi

 

Mānussikā ca sampatti, devaloke ca yā rati

Yā ca nibbānasampatti, sabbametena labbhati

Kekayaan di alam manusia, kesenangan di alam dewa, 

dan pencapaian Nibbāna; segala pahala ini diperoleh melalui harta karun itu.

 

(Nidhikanda Sutta)

Ini yang dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Savatthi berkenaan dengan peti Kannamunda. Dikatakan bahwa dahulu kala, pada zaman Buddha Kassapa, di kota Kimbila tinggallah seorang umat yang telah menjadi sotapanna. Dia mengejar tindakan berjasa seperti menanam hutan, memadatkan jalan lintas, membangun jembatan, dan lain-lain. Suatu hari, beberapa orang jahat melihat kecantikan mereka dan menjadi tertarik kepada wanita-wanita itu.


Ketika orang-orang jahat itu menyadari bahwa wanita-wanita tersebut memiliki perilaku luhur, mereka mulai berbicara satu sama lain, “Siapakah yang dapat mematahkan keluhuran salah satu dari mereka? ‘Aku bisa’, kata seorang. Dia memainkan vina (alat musik) bersenar tujuh yang mengeluarkan nada ketika para wanita itu datang ke tempat peristirahatan. Dengan lagu-lagu yang bersifat erotis dan suara yang manis dia menyebabkan salah seorang dari mereka melanggar moralitas. Mereka yang kalah taruhan kemudian melaporkan kepada suami si wanita.


Karena tidak percaya pada mereka, dia menanyai istrinya, ‘Apakah engkau memang demikian seperti yang dikatakan oleh orang-orang ini?’ ‘Saya tidak tahu hal seperti itu’, sanggahnya. Wanita pezinah itu merana karena hatinya tersiksa oleh nurani yang tidak enak dan tidak lama kemudian meninggal dunia. Dia muncul sebagai vimanapeti di tepi Danau Kannamunda, salah satu dari tujuh Danau Besar Himalaya, raja segala gunung dan di seluruh sisi kerajaannya muncul kolam teratai. Sebagai buah dari tindakan-tindakan berjasa yang telah dilakukan sebelumnya, dia menikmati keelokan surgawi di sana selama siang hari, tetapi pada tengah malam, karena didorong oleh kekuatan tindakan-tindakan jahatnya, dia bangkit dari tempat tidurnya dan pergi ke tepi kolam teratainya.


Ketika dia sampai di sana, seekor anjing hitam sebesar gajah muda yang penampilannya mengerikan, tajam, menonjol keluar dan garang, matanya melotot lebar dan menyerupai bara kayu akasia yang terbakar, lidahnya menjulur keluar bagaikan serentetan kilat halilintar yang tanpa henti, dengan cakar yang ganas dan tajam, serta bulu yang kusut, panjang dan mengerikan. Anjing itu datang dan membanting peti itu ke tanah dengan keras, melahapnya dengan kasar seakan-akan dikuasai rasa lapar yang luar biasa. 


Di sana ada sungai yang bermula dari Danau Kannamunda dan mengalir ke sungai Gangga setelah melewati celah-celah gunung. Mereka berpikir demikian, ‘Seandainya kita melemparkan buah-buah mangga ini ke dalam sungai itu, pasti ada seorang pria yang melihat buah itu dan datang ke sini karena serakah dan kemudian kami dapat bersenang-senang dengan dia.


Beberapa dari buah mangga yang mereka lemparkan itu diambil oleh para petapa, beberapa oleh para rimbawan dan beberapa menyangkut ditepi sungai. Tetapi satu buah hanyut sampai sungai Gangga dan pada saatnya mencapai Benares, pada saat itu Raja Benares sedang mandi di sungai Gangga di tempat yang berbatas jala tembaga. Ketika para pengawal raja melihat buah mangga surgawi yang besar, ranum, harum dan penuh cita rasa, mereka mempersembahkannya kepada raja. Untuk mengujinya, raja memberikannya kepada seorang perampok yang di penjara menunggu eksekusi, untuk dimakan.


Raja memberinya sepotong lagi kemudian dimakannya. Begitu selesai makan, rambutnya yang putih hilang, dan kerutan-kerutan wajahnya hilang. Penampilannya menjadi amat memukau, bagaikan orang yang masih muda. Setelah memberikan seribu kahapana kepada seorang rimbawan yang berada dalam keadaan kacau, raja mengirimnya pergi sambil berkata, berangkatlah segera dan ambilkan buah mangga ini untukku.


Setelah mengikuti rute yang dijelaskan oleh petapa ini, dan sekali lagi dia melihat petapa lain di suatu tempat lima belas yojana . Petapa itu menasihatinya dengan berkata, ‘Dari sini engkau harus meninggalkan sungai Gangga yang besar ini, karena sungai itu tidak mengalir di malam hari, maka inilah yang cocok bagimu untuk melanjutkan perjalanan. Dia melakukan hal itu dan pada pagi hari dia sampai di hutan mangga yang amat menawan.


Terdengar suara burung-burung dan terlihat gerombolan pohon yang cabangnya membentang dan merendah karena beratnya buah yang bergantung di dahannya. Ketika para wanita yang bukan manusia ini melihatnya datang dari jauh, mereka berlari menyambutnya sambil berkata, ‘Pria ini milikku! Pria ini milikku!’ Namun, begitu rimbawan itu melihat mereka, dia ketakutan karena dia bukan orang yang telah melakukan tindakan-tindakan berjasa yang akan memberinya hak untuk menikmati keelokan surgawi di sana bersama mereka. Dengan ditemani beberapa pengawal, raja kemudian pergi mengikuti jalan yang telah ditunjukkan rimbawan itu. Ketika wanita-wanita itu melihatnya bagaikan devaputta yang baru saja muncul, mereka pergi menemuinya.


Engkau pergi ke tempat hiburan dan berdiri di tepian berumput hijau, yang sepenuhnya mengelilingi kolam teratai itu, kemudian dengan tangan kaki yang kembali seperti semula, cantik dan indah dipandang mata, engkau mengenakan pakaian dan datang ke hadapanku.


Suamiku mengatakan ini ketika saya berzinah, “Ini tidak sesuai dan tidak cocok–bahwa engkau berzinah dibelakangku dengan cara ini. Saya mengucapkan kebohongan yang mengerikan ketika saya membuat sumpah dengan mengatakan,”Saya tidak berzinah di belakangmu baik melalui tubuh maupun melalui pikiran.”


Pada saat itu raja telah bosan hidup di sana dan memberitahukan niatnya untuk pergi. Ketika peti itu mendengar hal ini, karena kemelekatannya terhadap raja itu, dia mengucapkan syair ‘Saya memberi hormat di hadapanmu, yang mulia’, untuk memohon agar raja tetap tinggal di sana. Engkau yang beruntung, aku mohon kepadamu, bawalah aku kembali dengan cepat. Kemudian vimanapeti itu mendengar apa yang dikatakan raja tersebut, dia tidak mampu menanggung perpisahan mereka.


Dengan hati yang kacau dan sakit karena kesedihan, tubuhnya gemetar. Walaupun memohon dengan berbagai cara, dia tetap tidak dapat membujuk raja untuk tinggal di sana. Maka dia membawa raja ke kota dengan banyak permata yang besar nilainya, dan membimbingnya menuju istananya.


Oleh Bhikkhu Khemavīro Thera

Minggu, 02 November 2025

Vihāra Jakarta Dhammacakka Jaya

https://www.dhammacakka.org

Related post