Kepemimpinan Dalam Perspektif Buddhis
- Puja Bakti Sore
- May 19, 2025
- 5 minutes read
Kepemimpinan profetik dalam perspektif buddhis mengacu pada kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain mencapai tujuan sebagaimana dilakukan Buddha yang memiliki karakteristik: berani menyampaikan kebenaran, peduli pada kepentingan orang lain, dan memiliki visi yang jelas.
Kriteria pemimpin dalam perspektif buddhis mengacu pada Agañña Sutta (Digha Nikaya Sutta ke 27) terdiri dari Abhiruppo (tampan), dassamiyo (baik untuk dilihat), pasadiko (diberkati), dan mahesakkho (kompetensi).
Dalam Anguttara Nikaya, ditegaskan bahwa seorang pemimpin yang ideal harus: 1) memiliki berbagai pengalaman, mengetahui dan menguasai berbagai ilmu dan bahasa (yāni tāni sippaṭṭānāni tattha dakkho hoti analaso); 2) berpengetahuan, menembus pengetahuan, cerdas, dapat melihat apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi (vyatto pandito medhānī patibalo hoti atitānāgapaccupanne cintetuṃ).
Dalam Cūḷahaṃsa Jātaka (533) disebutkan terkait atribut kepemimpinan yang familiar disebut dengan istilah dasaraja dhamma yang terdiri dari: 1) Dana, Sila, Paricagga, Ajjava, Maddava, Tapa, Akkodha, Avihimsa, Khanti, dan Avirodhana.
Dengan demikian, dalam perspektif buddhis kriteria pemimpin ideal mencakup tiga aspek utama yakni: 1) Aspek Fisik (Abhiruppo/tampan, dassamiyo/baik untuk dilihat); 2) Aspek Mental (dasarajadhamma); 3) Aspek Kompetensi (mahesakkho/kompetensi; berpengalaman, kemampuan berbagai bahasa, cerdas, kemampuan memprediksi). Motto pemimpin adalah melakukan apa yang diucapkan (Yathavadi-Tathakari), dan mengucapkan apa yang dilakukan (Yathakari-Tathavadi).
Ada tiga jenis leadership skills yaitu:
Leading by example (Meminta orang lain untuk melakukan apa yang telah ia lakukan) sebagaimana dalam Cakkavatti-Sīhanāda Sutta (DN 26) karakteristik pemimpin yang baik yakni: Atthannu (mampu membedakan baik dan buruk); Dhammannu (tahu kebenaran); Mattannu (tahu batasan yang jelas berkaitan dengan hukuman, denda, dan pajak); Kalannu (tahu waktu yang tepat untuk bertindak); dan Parisannu (mengetahui masyarakatnya, peduli kesejahteraannya).
Leadership with Authority (memimpin dengan otoritas) yakni otoritas yang dianugerahkan (Menjadi pemimpin berdasarkan hasil pemilihan contoh Suku Vaji; otoritas yang melekat (Karena memiliki pengetahuan dan kemampuan serta pelayanan); dan otoritas yang diasumsikan (menjadi pemimpin karena melakukan kudeta) contoh usaha Devadatta.
Leadership through kindness (Kepemimpinan melalui kebajikan) mengacu pada memotivasi melalui kebaikan (inforcemen positif) secara verbal maupun gestur. Dalam Kosambiya Sutta Sang Buddha menyatakan jika para bhikkhu menjaga ucapan, pikiran, dan perbuatan baik secara pribadi atau di depan umum maka akan tercipta keharmonisan, persatuan dan kesatuan.
Contoh praktik kepemimpinan yang baik dalam Buddhis adalah Raja Asoka sebagaimana tertulis dalam pilar Asoka bahwa Raja Asoka: 1) Praktik perilaku baik: kebaikan, kedermawanan, kejujuran, dan kemurnian; 2) Membuat kebajikan: dengan kekuatan sbg pemimpin membuat rakyat hidup lebih baik; 3) Memberikan kebaikan kepada tahanan; 4) Membantu Melindungi Alam; 5) Mendorong toleransi agama; dan 6) Membantu orang sakit (menyediakan obat untuk manusia dan hewan.