Makna Dharmayatra
- Puja Bakti Umum
- October 21, 2024
- 8 minutes read
Pūjā ca pūjanīyānaṁ, etammaṅgalamuttaman’ti.
“Menghormat yang patut dihormat adalah berkah utama.”
(Maṅgala Sutta)
Di kalangan umat Buddhis, Dhammayatra dikenal sebagai berkunjung ke tempat-tempat suci yang berhubungan dengan Dhamma atau lebih dikenal sebagai Ziarah Dhamma. Melakukan kunjungan ke situs-situs Buddhis tentu bukan hanya sekadar wisata semata tetapi juga merupakan perjalanan spiritual yang memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan.
Dalam Mahāparinibbāna Sutta (DN 16), Buddha memberikan nasihat tentang empat tempat yang sepatutnya dikunjungi oleh seseorang yang penuh dengan keyakinan (saddhā), yaitu tempat di mana Bodhisatta dilahirkan, tempat di mana Bodhisatta mencapai penerangan sempurna, tempat di mana khotbah pertama dibabarkan, dan tempat di mana Buddha Parinibbāna. Lebih lanjut, Buddha mengatakan bahwa bagi mereka yang berkeyakinan kuat melakukan kunjungan ke tempat-tempat tersebut maka setelah meninggal dunia ia akan terlahirkan di Alam Surga.
Ada banyak tempat bersejarah untuk melakukan Dharmayatra di India dan Nepal. Namun apabila kita merujuk pada Mahāparinibbāna Sutta, tempat-tempat yang seharusnya menjadi prioritas adalah empat tempat yang berkaitan dengan kehidupan Buddha, yakni:
1. Lumbini
Bodhisatta Siddhattha dilahirkan di Taman Lumbini ketika ibunya, Ratu Mahamaya, sedang menempuh perjalanan menuju kampung halamannya untuk melahirkan sebagaimana tradisi yang ada di sana. Namun setengah perjalanannya, Beliau singgah di taman yang indah dan akhirnya memutuskan untuk melahirkan di sana di bawah dua pohon sala.
Sekarang Lumbini dikenal dengan sebutan Rummindei di Nepal dekat perbatasan India. Pada zaman bertahtanya Raja Asoka, setelah menjadi Buddhis, Raja Asoka berperan penting dalam penyebaran Buddhisme dengan membangun delapan puluh empat ribu stupa. Dia juga mendirikan pilar-pilar untuk menandai tempat di mana peristiwa-peristiwa penting terjadi. Pilar Asoka didirikan di Lumbini untuk memberi tanda tempat Bodhisatta dilahirkan. Tidak jauh dari sana terdapat pula Vihāra Mayadevi yang didirikan sebagai bentuk penghormatan kepada Ratu Mahamaya.
2. Bodhgaya
Setelah enam tahun menjalani praktik penyiksaan diri, Petapa Gotama merasa ini bukanlah jalan yang sesungguhnya. Beliau kemudian memutuskan untuk meninggalkan praktik ekstrim dan berjuang dengan usahanya sendiri. Tidak jauh dari Sungai Neranjara, Beliau duduk di bawah Pohon Bodhi dan bertarung melawan Māra yang menggodanya dengan berbagai macam kekuatan. Pada akhirnya, penerangan sempurna telah direalisasi dengan menempuh Jalan Tengah (Majjhimā Paṭipadā).
Tempat Petapa Gotama mencapai Bodhi dan menjadi Sammāsambuddha dikenal sebagai Bodhgaya (Buddha Gaya). Di sana terdapat Vihāra besar yang menjulang setinggi lima puluh dua meter yang dikenal sebagai Vihāra Mahābodhi. Selain itu, juga terdapat Pohon Bodhi yang diyakini keturunan dari Pohon Bodhi Assattha yang dulu merupakan tempat Petapa Gotama mencapai penerangan sempurna.
3. Taman Rusa Isipatana
Tempat diputarnya Roda Dhamma untuk yang pertama kalinya adalah di Taman Rusa Isipatana. Pada awalnya, Buddha ragu untuk membabarkan Dhamma yang telah Beliau temukan karena Dhamma ini begitu dalam dan tidak mudah untuk dipahami bagi orang-orang yang tertutup tebal dengan kekotoran batin. Namun setelah Brahma Sahampati datang memohon, pada akhirnya Buddha memutuskan untuk membabarkan Dhamma. Khotbah yang pertama kali Beliau sampaikan adalah Dhammacakkappavattana Sutta yang berisi tentang mengindari dua jalan ekstrim (Jalan Tengah) dan Empat Kebenaran Mulia kepada lima orang petapa yang pernah menemaninya ketika praktik keras di Hutan Uruvela. Peristiwa penting lainnya adalah terbentuknya Saṅgha Bhikkhu untuk yang pertama kalinya. Lima petapa tersebut akhirnya menjadi bhikkhu di bawah bimbingan Buddha dan pada saat itu Tiratana menjadi lengkap: Buddha, Dhamma, dan Saṅgha.
Taman Rusa Isipatana sekarang dikenal berada di kota Sarnath. Raja Asoka juga mendirikan stupa dan pilar di sini, yang bernama Stupa Dhamekh atau Dhammacakka. Terdapat pula Vihāra yang dikenal dengan nama Mulagadhakuti. Pilar Asoka yang berdiri di sini bermahkotakan Empat Patung Singa dan Roda Dhamma yang menghiasi landasan di mana Singa berdiri. Lambang Singa ini juga biasanya digunakan untuk menggambarkan keagungan Buddha.
4. Kusinara
Buddha mencapai Parnibbāna akhir di Kusinara. Mahāparinibbāna Sutta menjelaskan kronologi sebelum kemangkatannya, sutta ini juga merupakan khotbah terakhir yang disampaikan oleh Buddha. Setelah empat puluh lima tahun membabarkan Dhamma demi manfaat para dewa dan manusia, di usianya yang ke delapan puluh, Buddha memutuskan untuk mangkat di bawah dua pohon sala dan mencapai Parinibbāna.
Tempat ini dikenal sebagai Kusinara atau Kushinagar. Di sekitar sana juga terdapat sebuah Cetiya yang sekarang hanya tinggal puing-puingnya saja yaitu Cetiya Makutabhandana atau Stupa Rambhar. Situs ini menandai di mana jenazah Buddha dikremasi dan setelah itu relik-relik yang tersisa dibagikan kepada raja-raja untuk didirikan Stupa.
Kesimpulan
Dharmayatra adalah kegiatan mengunjungi situs-situs Buddhis dengan tujuan untuk meningkatkan keyakinan serta memperoleh pengetahuan dan pengalaman spiritual bagi setiap umat Buddha. Tempat yang menjadi prioritas adalah empat tempat yang menandai peristiwa-peristiwa penting dari kehidupan Buddha. Seorang Buddhis yang memiliki kesempatan dan kondisi yang mendukung hendaknya dapat melakukan Dharmayatra ke empat tempat suci sebagai penghormatan kepada Guru Agung Buddha.
Pustaka Rujukan:
Dīgha Nikāya: The Long Discourses of the Buddha. Translated by Maurice Walshe. Boston: Wisdom Publications, 1995.
Oleh: Bhikkhu Ratanadhiro
Minggu, 13 Oktober 2024