Menggali Kembali Nilai-nilai Agama Di Tengah Kehidupan Berbangsa
- Puja Bakti Umum
- December 29, 2022
- 3 minutes read
Young Buddhist Association Indonesia bekerja sama dengan Indonesia Taiwan Buddhist Community menghelat acara daring dengan tema, “Sarasehan Kebangsaan, Intelectual & Compassion for A Better Nation.” yang digelar pada Sabtu, (10/12/22).
Moderasi beragama diangkat ke permukaan mengingat pentingnya toleransi sebagai dasar pijakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keberagaman tanpa saling-pengertian antarindividu maupun antarpemeluk agama memiliki potensi musibah, alih-alih agama membawa berkah. Karena agama sejatinya hadir di muka bumi menjadi oase yang menyejukkan bagi manusia.
Hadir secara online dua narasumber yakni, Bhante Santacitto, Ph.D dan Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama Indonesia ke-22), turut dihadiri pula oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Drs. Supriyadi, M.Pd.
Kemajuan suatu negara itu bergantung dari kecerdasan bangsanya, namun kecerdasan tersebut juga harus dibarengi dengan kebijaksanaan dan cinta kasih. ini dari Veny Tjita, Ketua Panitia sekaligus Ketua Indonesia Taiwan Buddhist Community.
Dalam pembukaannya Drs. Supriyadi, M.Pd. menyampaikan, “Sangat mengapresiasi acara yang digelar oleh sahabat muda dari Young Buddhist Association Indonesia, apalagi ini malam Minggu, berkumpul bersama dan mendiskusikan tentang kebangsaan. Luar biasa!”
Selain itu Veny Tjita, Ketua Indonesia Taiwan Buddhist Community serta Ketua Panitia Sarasehan Kebangsaan 2022 menambahkan “Kemajuan suatu negara itu bergantung dari kecerdasan bangsanya, namun kecerdasan tersebut juga harus dibarengi dengan kebijaksanaan dan cinta kasih.”
Agama dalam konteks berbangsa, “Selain mempelajari agama, kita hendaknya menangkap apa yang tersurat dan juga yang tersirat. Mempraktikkan agama dengan dasar kasih sayang, kasih sayang yang bersifat universal, yakni semua makhluk. Semua itu perlu dilandasi oleh kebijaksanaan,” terang Bhante Santacitto, Ph.D.
Bhante menambahkan adanya kekerasan yang dilakukan oleh penganut agama tertentu sudah barang tentu tidak bisa merujuk pada agama apa yang ia anut, melainkan ke cara memahami agama. “Di sini menjadi penting memahami antara agama dan kehidupan yang berbangsa,” jelas Bhante.
Indonesia dan agama
Sementara itu, Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama Indonesia ke-22), menambahkan dua poin yakni; Pertama, keberagaman masyarakat. Kedua, ke-beragamaan. Dari dua poin tersebut inilah kekuatan dari bangsa Indonesia. Baginya, agama merupakan landasan individu maupun landasan berbangsa. Kita perlu memahami hubungan agama dan negara yang khas Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang Berketuhanan. Inilah yang membedakan Indonesia dengan negara-negara lain yang berpijak pada agama tertentu atau negara-negara sekuler yang secara jelas memisahkan agama dengan negara.
Dalam konteks Indonesia yang beragam, agama dan negara seperti sekeping mata uang, adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Agama dan negara tak bisa dan tak boleh dibenturkan, karena ia satu keutuhan.
“Agama dengan berbagai instrumennya, diharapkan menjalankan fungsi keseimbangannya yakni turut mengambil peran dalam mengontrol negara dengan nilai-nilai universalitasnya,” pungkas Lukman Hakim Saifuddin.
Sumber: BuddhaZine.com