Perintang Perkembangan Spiritual

 Perintang Perkembangan Spiritual

 

Natthi rāgasamo aggi, natthi dosasamo gaho;

natthi mohasamaṃ jālaṃ, natthi taṇhāsamā nadī,ti.

 

“Tiada api yang menyamai nafsu, tiada cengkeraman yang dapat menyamai kebencian, tiada jaring yang dapat menyamai ketidaktahuan, dan tiada arus yang sederas nafsu keinginan”.

Dalam ajaran Buddha, ada banyak sekali perintang dalam perkembangan spiritual, salah satunya adalah panca nivarana. Panca nivarana dipandang sebagai penghalang utama bagi perkembangan spiritual dan kedamaian batin. Rintangan-rintangan ini bukanlah entitas eksternal, melainkan kondisi mental yang muncul dan menguasai batin kita. Mengenali beragam jenis kemunculannya dalam kehidupan sehari-hari adalah langkah pertama untuk mengatasi dan membebaskan diri dari pengaruhnya. Sadar ataupun tidak, tahu atau tidak tahu dalam keseharian panca nivarana (lima rintangan batin) sering kali muncul dan berkembang dalam batin kita. Sering kali, kemunculan dari panca nivarana dalam keseharian dianggap sebagai satu kewajaran dan hal yang biasa sehingga, tidak ada upaya untuk melenyapkan dan mengantisipasi kemunculannya. Panca nivarana merupakan penghalang kemajuan spiritual dan kejernihan pikiran, serta penghalang bagi muncul dan berkembangnya kebijaksanaan. Oleh karena itu kita perlu menyadari dan mengetahui kelima jenis rintangan ini, beragam jenis kemunculannya, serta cara untuk melenyapkannya.


Dalam Avarana Sutta, Sang Buddha menyampaikan perihal tentang lima rintangan batin ini kepada para bhikkhu “Para bhikkhu, ada lima halangan, rintangan, beban pikiran, kondisi-kondisi yang melemahkan kebijaksanaan. Apakah lima ini? (1) Keinginan indria adalah sebuah halangan, sebuah rintangan, sebuah beban pikiran, sebuah kondisi yang melemahkan kebijaksanaan. (2) Niat buruk (3) Kemalasan dan kantuk (4) Kegelisahan dan kekhawatiran (5) Keragu-raguan adalah sebuah halangan, sebuah rintangan, sebuah beban pikiran, sebuah kondisi yang melemahkan kebijaksanaan. Ini adalah kelima halangan, rintangan, beban pikiran, kondisi-kondisi yang melemahkan kebijaksanaan itu.


“Para bhikkhu, tanpa meninggalkan kelima halangan, rintangan, beban pikiran, kondisi-kondisi yang melemahkan kebijaksanaan ini, adalah tidak mungkin seorang bhikkhu, dengan kebijaksanaannya yang lemah dan tanpa kekuatan, dapat mengetahui kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, atau kebaikan keduanya, atau merealisasikan keluhuran melampaui manusia dalam pengetahuan dan penglihatan selayaknya para mulia. Tetapi, para bhikkhu, setelah meninggalkan kelima halangan, rintangan, beban pikiran, kondisi-kondisi yang melemahkan kebijaksanaan ini, adalah mungkin seorang bhikkhu, dengan kebijaksanaannya yang kuat, dapat mengetahui kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya, dan merealisasikan keluhuran melampaui manusia dalam pengetahuan dan penglihatan selayaknya para mulia.


Kelima rintangan tersebut kerap kali muncul dalam kehidupan keseharian kita dan terkadang karena intensitas kemunculannya begitu sering, sebagian besar orang kemudian tidak melihat itu sebagai satu rintangan tetapi sebagai satu kewajaran dan lumrah dialami oleh semua orang. Tidak hanya demikian ketika rintangan ini muncul, seseorang cenderung membiarkan dan mengembangkannya. Akibat dari kecenderungan seperti ini seseorang akan sulit untuk mendapatkan kemajuan dalam perkembangan spiritualnya, terutama ketika melakukan praktik meditasi, ia akan sulit untuk mengembangkan batinnya karena sudah terbiasa terkalahkan serta membiarkan rintangan tersebut muncul dan berkembang.


Lima Rintangan Batin (Panca nivarana):

  1. Keinginan indrawi (Kamacchanda): Rintangan pertama ini merujuk pada keinginan yang kuat terhadap kesenangan indrawi seperti kenikmatan visual, suara, bau, rasa, sentuhan dan buah pikir. Keinginan yang tak terkendali dapat memicu keterikatan, keserakahan, dan ketidakpuasan. Pikiran yang terus-menerus terpaku pada objek-objek sensual, melihat objek sebagai indah dan menarik merupakan sumber kemunculan dari nafsu keinginan. Cara untuk bisa meredam dan mengantisipasi kemunculan dari nafsu kesenangan indra adalah melihat objek sebagai tidak kekal, tidak indah dan menjijikkan.

  2. Niat buruk atau kebencian (Byapada): Rintangan kedua adalah perasaan negatif seperti kemarahan, kebencian, kejengkelan, dan permusuhan terhadap orang lain atau situasi tertentu. Pikiran yang dipenuhi dengan niat buruk menciptakan ketegangan, kegelisahan, dan merusak hubungan baik. Energi negatif ini menghalangi perkembangan kualitas batin yang positif. Kebencian muncul karena kita melihat sesuatu sebagai tidak suka, tidak menyenangkan dan tidak diinginkan. Cara untuk bisa meredam dan melenyapkan kebencian adalah dengan melihat segala sesuatu secara bijak, memunculkan perenungan bahwa tidak ada manfaatnya memunculkan kebencian, merenungkan akibat dari kemunculan kebencian, dan melihat sisi baik dari objek tersebut.

  3. Kemalasan dan kantuk (Thina-middha): Rintangan ketiga ini mencakup kemalasan mental dan fisik, rasa kantuk, lesu, dan ketidakberdayaan. Ketika pikiran dan tubuh diliputi oleh kelambanan, sulit untuk memiliki semangat dalam berlatih, belajar, atau melakukan hal-hal positif. Kemalasan dan kantuk muncul salah satu penyebabnya ialah, ketidakpuasan terhadap apa yang dimiliki atau dilakukan, karena makanan, dan kemunculan dari pikiran berkaitan dengan alasan tertentu. Kemudian cara untuk bisa mengatasi hal ini adalah dengan memunculkan semangat yang kuat, daya upaya yang keras yang muncul dari perenungan Dhamma dan memiliki kepuasan serta tahu batas dalam hal makan.

  4. Kegelisahan dan kekhawatiran (Uddhacca-kukkucca): Rintangan keempat adalah kondisi pikiran yang gelisah, tidak tenang, dan terus-menerus bergerak. Kekhawatiran akan masa depan, penyesalan akan masa lalu, dan pikiran-pikiran yang tidak fokus menciptakan kebingungan dan ketidakstabilan mental. Pikiran yang tidak tenang merupakan sebab dari kemunculan kegelisahan dan kekhawatiran. Hal yang perlu untuk dilakukan untuk menanggulangi ini adalah dengan sadar ada kemunculan kegelisahan (pikiran yang kacau), kemudian berupaya untuk memunculkan usaha yang benar untuk melenyapkannya.

  5. Keraguan yang melumpuhkan (Vicikiccha): Rintangan kelima adalah keraguan yang mendalam dan terus-menerus terhadap ajaran, guru, diri sendiri, atau jalan spiritual yang sedang ditempuh. Keraguan yang tidak sehat dapat melumpuhkan kemauan untuk berlatih dan menghambat keyakinan yang diperlukan untuk mencapai kemajuan. Keraguan di sini secara spesifik mengacu pada keraguan terhadap Empat Kebenaran Mulia, Paticcasamuppada, keraguan terhadap jalan (singkatnya keraguan terhadap Dhamma). Sebab kemunculan dari keraguan ialah ketidak tahuan, kita belum sepenuhnya yakin terhadap jawaban atas keraguan tersebut. Oleh karena itu kita perlu bertanya kepada mereka yang memiliki kebijaksanaan dan pengetahuan.


Inilah perintang batin yang terus merongrong batin kita. Meskipun rintangan-rintangan ini tampak kuat, mereka bukanlah kondisi permanen. Dengan kesadaran (sati) yang terus-menerus dan upaya yang tekun, kita dapat mengenali, memahami, dan secara bertahap melemahkan cengkeraman mereka. Hendaknya dalam keseharian dan selama kita menjalani kehidupan sebagai manusia saat ini, kita harus berupaya untuk melenyapkannya, tidak membiarkannya muncul dan berkembang.


Referensi: 


Oleh Bhikkhu Varasaddho

Minggu, 25 Mei 2025

Vihāra Jakarta Dhammacakka Jaya

https://www.dhammacakka.org

Related post