Bahaya Batin dan Jasmani
- Puja Bakti Umum
- November 30, 2024
- 11 minutes read
“Appakā te manussesu, ye janā pāragāmino.
Athāyaṃ itarā pajā tīramevānudhāvati”
“Di antara sekian banyaknya manusia, hanya sedikit manusia sampai ke pantai seberang. Sebagian besar manusia lainya hilir mudik di pantai sini”.
(Tilakkhanādi Gāthā)
Memahami Dhamma dengan baik menjadi sangat penting bagi seseorang karena memiliki dampak yang ditimbulkannya. Ketika seseorang belajar Dhamma dengan baik, maka seseorang akan mampu untuk meningkatkan kualitas kehidupannya serta membantu perkembangan spiritualnya. Belajar Dhamma tentu memiliki tujuan yang jelas, dalam hal ini adalah mencapai suatu keadaan batin yang disebut akuppā ceto vimutti (pembebasan batin yang tidak tergoyahkan). Pembebasan batin yang tidak tergoyahkan adalah pembebasan batin melalui buah arahatta (akuppā cetovimuttīti arahattaphalavimuti). Bagi seseorang yang mengerti Dhamma, kehidupan saat ini akan bisa dijalani dengan bijaksana. Seseorang akan memahami bahwa kontak antara batin dan objek akan selalu terjadi.
Kelahiran sebagai manusia dengan kondisi batin dan jasmani yang baik adalah suatu keberuntungan yang sangat besar. Hal ini tentu dapat membantu seseorang untuk belajar dengan baik tentang Dhamma. Di samping itu juga ternyata kelahiran sebagai manusia bukan berarti seseorang tidak menemukan bahaya-bahaya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kitab suci Dhammapada XIV Buddha Vagga, 182 menyebutkan “Kiccho manussapaṭilābho, kicchaṃ maccāna jīvitam” yang artinya “Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, sunguh sulit kehidupan manusia. Dari syair Dhammapada ini memberikan suatu renungan bahwa ketika suatu makhluk dilahirkan sebagai manusia, maka ia harus berjuang dengan sungguh-sungguh. Hal ini dikarenakan akan banyak bahaya dan rintangan yang harus dilewati setiap waktu, termasuk bahaya terhadap dirinya sendiri dalam hal ini mengacu pada batin (nāma) dan jasmani (rūpa). Manusia ini hanya lima gugusan pembentuk kehidupan yang disebut sebagai pañcakhandhā, yaitu jasmani (rūpa), perasaan (vedanā), pengenal (sañña), pembentuk (saṅkhara) dan pengetahu (viññana).
Manusia yang terdiri dari lima gugusan pembentuk kehidupan ternyata memiliki banyak bahaya-bahaya. Bahaya ini dapat membuat seseorang mengalami penderitaan bahkan sampai pada kematian. Dalam Asivisopama Sutta, sutta dari Saṃyutta Nikāya, menjelaskan tentang bahaya dari batin dan jasmani yang diumpamakan seperti ular-ular berbisa. Dalam sutta tersebut, ada perumpamaan tentang seorang pemuda yang melakukan kejahatan, namun sang raja tidak memiliki cukup bukti sehingga raja tidak bisa memberikan hukuman kepada pemuda tersebut. Kemudian raja menemukan cara untuk menghukum pemuda tersebut untuk memelihara empat ekor ular berbisa dan berbahaya. Pemuda ini memiliki sahabat baik, kemudian menyuruh ia untuk melarikan diri. Pada waktu yang tepat, pemuda ini kemudian melarikan diri, raja mengetahui hal tersebut, kemudian empat ular berbisa beserta lima pemuda yang diutus oleh raja untuk mengejar pemuda itu. Setelah berjalan beberapa lama, pemuda tersebut tiba di suatu desa yang kosong dan berantakan yang di dalamnya terdapat enam rumah kosong yang ditinggal oleh pemiliknya. Ternyata, di dalam rumah yang kosong itu terdapat enam perampok, sehingga pemuda tersebut terus berlari melarikan dirinya hingga tibalah ia pada sungai yang sangat lebar dan berarus deras.
Tetapi, di tepi sungai tersebut tidak ada perahu sama sekali, kemudian pemuda ini mengumpulkan ranting-ranting kayu untuk dibuat menjadi rakit yang kemudian digunakan untuk melewati arus sungai itu. Dengan menggunakan tangannya, usaha dan keteguhan yang besar pemuda tersebut mendayung rakitnya sehingga pada akhirnya pemuda tersebut sampai di sisi seberang sungai. Di tempat itu, ia sangat merasa lega karena sudah tidak dikejar oleh empat ular berbiasa, musuh-musuhnya dan enam perampok itu. Dari cerita ini, dapat diambil suatu hikmah bagi seseorang untuk melihat dirinya sendiri. Dalam cerita tersebut, ada beberapa perumpamaan yang digunakan untuk melihat bahwa ada bahaya-bahaya yang terdapat pada batin dan jasmani. Bahaya pada batin dan jasmani yang dimaksud, yaitu:
Empat ular berbisa melambangkan empat unsur utama, dalam tubuh jasmani yang terdiri dari empat usur besar yang diumpamakan seperti empat ular berbisa, yaitu: pathavi dhatu (unsur tanah ), apo dhatu (unsur air), tejo dhatu (unsur api) dan vayo dhatu (unsur udara).
Lima musuh berarti lima kelompok kehidupan yang disebut sebagai pañcakhandhā, yaitu jasmani (rūpa), perasaan (vedanā), pengenal (sañña), pembentuk (saṅkhara) dan pengetahu (viññana).
Desa berantakan dan enam rumah kosong melambangkan tubuh dan enam landasan indra. Indra penglihat, indra pendengar, indra pencium, indra pengecap, indra penyentuh dan pikiran. Enam landasan indra ini diibaratkan seperti pintu-pintu yang menerima kesan dari masing-masing objek-objek indra. Melalui keenam landasan indra inilah seseorang bisa melakukan perbuatan baik (kusala) dan perbuatan tidak baik (akusala).
Enam perampok adalah lambang dari enam objek indra. Mata melihat, hidung membaui, lidah mengecap, telinga mendengar, jasmani dengan sentuhan dan pikiran dengan objek-objek pikiran.
Sisi sungai merujuk pandangan salah tentang adanya diri (atta ditthi).
Sungai yang lebar dan berarus deras berarti empat banjir besar, yaitu banjir nafsu-nafsu indrawi, banjir kemelekatan atas keberadaan, banjir pandangan salah dan banjir ketidaktahuan/ kebodohan.
Rakit melambangkan Jalan Arya Berunsur Delapan, yaitu: pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, tindakan benar, pencaharian benar, daya upaya benar, ingatan benar dan keteguhan benar.
Sisi seberang sungai berarti Nibbāna.
Laki-laki yang mendayung rakit dengan sekuat tenaga melambangkan diri sendiri yang berjuang dengan sepenuh daya.
Mencapai pantai seberang berarti mencapai Nibbāna, yaitu suatu keadaan di mana seseorang yang mencapainya tidak mengalami kelahiran dan kematian lagi.
Oleh Bhikkhu Abhayavaso
Minggu, 10 November 2024