Bersiap Menerima Perubahan

 Bersiap Menerima Perubahan

Vaya dhamma sankhara appamadena sampadeta

“Segala sesuatu adalah tidak kekal, berusahalah dengan sungguh-sungguh”

(Maha Parinibbana Sutta)

 

Tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Berubah merupakan realita, keniscayaan, sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Segala sesuatu yang berkondisi akan selalu mengalami perubahan. Yang dimaksud berkondisi dalam hal ini adalah sesuatu yang muncul dengan dukungan faktor lain untuk muncul. Tidak berdiri sendiri, atau ada dengan sendirinya. Berbagai hal yang ada di dunia ini hakikatnya saling bergantungan, muncul karena adanya hal atau sebab lain yang mendukung. Misalnya manusia hidup karena adanya dukungan materi berupa makanan, udara yang dihirup dan banyak sekali faktor pendukung lainnya.

 

Buddha sebagai orang yang tercerahkan memandang perubahan bukan secara pesimis maupun terlampau optimis tetapi perubahan dipandang sebagai realitas yang harus dipahami, disadari, ditembus dan pada akhirnya perubahan membawa pada kecerahan atau kebijaksanaan

 

Sabbe sankhara anicca ti yada pannaya passati, atha nibbindati dukkhe esa maggo visuddhiya. Segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal adanya, apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihatnya sebagaimana adanya, maka sesungguhnya inilah jalan menuju pembebasan” (Dhammmapada. Syair: 277).

 

Dalam Mūlapaṇṇāsaka Sutta kemelekatan terdiri dari empat macam, yaitu:

  1. Kama-upadana, kemelekatan pada bentuk, suara, bau, rasa, sentuhan, dan kesan pikiran atau kemelekatan pada kesenangan indra. Kemelekatan jenis ini merupakan keinginan yang membawa pada pemuasan diri yang berlebihan, keirian hati, dan niat jahat dengan sikap mau menang sendiri dan tidak toleran.

  2. Ditthi-upadana, kemelekatan pada pandangan yang salah. Kemelekatan jenis ini merupakan kemelekatan terhadap pandangan yang biasanya benar dikatakan salah, yang baik dikatakan buruk, yang berguna dikatakan tidak berguna.

  3. Silabbata-upadana, kemelekatan pada upacara agama, yang menganggap bahwa upacara agama dapat menghasilkan kesucian. Kemelekatan jenis ini terkait pada berbagai upacara, kemelakatan ini hal-hal yang bersifat takhayul, dan menganggap ritual ini sangatlah penting.

  4. Attavada-upadana, kemelekatan pada kepercayaan tentang adanya “aku” yang kekal dan terpisah. Pada kemelekatan ini, ego yang dilekati yang disebabkan oleh kesombongan dan merasa ingin menonjolkan diri. Semua kemelekatan ini muncul karena adanya nafsu keinginan. Sebagaimana dalam Mahāhatthipadopama Sutta kemelakatan muncul dari persepsi, pikiran, perhatian yang tidak bijaksana, teman-teman buruk, dan kata-kata orang lain.

 

Dhammapada Piya Vagga, XVI: 216 yaitu: “dari keinginan timbul kesedihan, dari keinginan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari keinginan, tiada lagi ada kesedihan maupun ketakutan”.

 

Anicca vata sankhara – uppada vaya dhammino

Uppajjitva nirujjhanti – tesam vupasamo sukho

 

Segala sesuatu yang terbentuk tidaklah kekal, timbul dan tenggelam sifatnya; setelah muncul akan hancur dan lenyap. Terbebas darinya adalah kebahagiaan tertinggi.

 

 

“Dengan penuh perhatian (sati) hendaknya seseorang merenung dengan pengertian yang benar, bagaimana mengembangkan perhatian benar. Menurut Buddha apabila seseorang merenung badan jasmani (kaya) sendiri dengan sungguh-sungguh, dengan pengertian benar dan sadar, ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidak senangan dan penderitaan batin. Kemudian ia merenungkan segala bentuk perasaan (vedana), pikiran (citta), dan objek-objek pikiran, dengan sungguh-sungguh dengan pengertian benar dan sadar, ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidak senangan dan penderitaan batin”.

Vihāra Jakarta Dhammacakka Jaya

https://www.dhammacakka.org

Related post