Pemilik Ajaran Maha Welas Asih
- Puja Bakti Umum
- February 2, 2025
- 6 minutes read

Brahmā ca lokādhipatī sahampati
Katañjalī andhivaraṁ ayācatha,
”Santīdha sattāpparajakkha-jātikā
Desetu dhammaṁ anukampimaṁ pajaṁ.”
Brahma Sahampati, Sang penguasa dunia berañjali seraya memohon, ”Di alam semesta ini, ada makhluk-makhluk yang memiliki sedikit debu di mata mereka. Ajarkanlah Dhamma demi kasih sayang kepada mereka.” (Brahmana Saṁyutta, SN.)
alam
pembahasan ini, kita mengenali istilah yang disebut dengan karuna (welas asih). Welas asih ini merupakan sikap atau perilaku
tanpa ada keinginan untuk menyakiti atau
melakukan tindakan yang me-rugikan orang lain ataupun makhluk lain. Sifat yang
dimiliki seseorang dengan sifat karuna ini
akan cenderung untuk mem-buat makhluk lain menjadi
bahagia dan dapat terbebas dari segala bentuk penderitaan, karena mengetahui bahwa
semua makhluk yang ada di dunia ini tidak ada yang mau menderita.
Lalu
siapakah pemilik maha welas asih yang tiada ban-dingnya?
Beliau
adalah Sang Buddha.
Berkat
kasih sayang yang dimiliki oleh Buddha, yang menginginkan setiap makhluk tidak
mengalami penderitaan karena kelahiran, tua, sakit dan kematian. Beliau,
berusaha me-nempuh berbagai macam praktik pertapaan sebelum menjadi se-orang Sammasambuddha untuk menemukan obat yang
mujarab, yang dapat mengantarkan setiap makhluk ke keselamatan. Setelah Beliau
menemukan
Dhamma yang menjadi obat mujarab, Beliau
mengajarkan dan menguraikan secara ber-tahap dan terperinci, agar Dhamma dapat dipahami oleh setiap orang.
Sang
Buddha juga me-nyampaikan terkait penderitaan yang akan selalu dialami oleh
setiap makhluk, ketika mereka belum dapat melenyapkan pen-deritaan atau berada
di alam samsara ini. Ketika suatu
makh-luk belum dapat melenyapkan segala kekotoran batinnya, seperti lobha, dosa, dan moha maka ia hanya akan mengalami tumimbal lahir secara
berulang-ulang (punabbhava).
Namun
demikian, tidak semua makhluk dapat menerima ajaran Beliau, karena ajaran Beliau
sangat mendalam dan sulit untuk dipahami. Seperti
halnya yang Buddha sampaikan berkaitan dengan paṭiccasamup-pāda, Beliau menyampaikan:
“soka
parideva dukkha domanassūpayāsā”
Yang
artinya: kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin dan
keputusasaan.
Apa
yang menjadi sebab munculnya hal-hal ini?
Dalam
bagan paṭicca-samuppada dikatakan
yang menjadi sebab utamanya adalah avijjā
(ketidaktahuan). Ketidak-tahuan ini yang menyebabkan seseorang sulit untuk
melihat kebenaran dan hanya sedikit yang dapat melihat serta me-mahami
kebenaran yang ada. Meskipun kebenaran ini telah ditemukan dan dibabarkan oleh Buddha,
namun sedikit yang dapat memahami dengan benar. Hal ini disebabkan oleh ketidak-
tahuan. Dalam Mahāhatthipado-pama Sutta (MN) dikatakan; mereka
yang melihat paṭicca-samuppada, juga
melihat Dham-ma. Mereka yang melihat Dham-ma, juga melihat paṭicca-samuppada.
Semua
kondisi ini tidak akan terlepas bagi makhluk yang masih dalam lingkaran samsara. Maka, Buddha menunjukkan Sang Jalan
bagi para makhluk untuk dapat terbebas dari penderitaan tersebut. Buddha
menunjukan jalan, melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan dan Empat Kebenaran Mulia.
Melalui jalan yang ditempuh, maka se-seorang akan dapat melenyap-kan segala
bentuk penderitaan, bahkan sampai ke akar-akarnya.
Oleh: Bhikkhu Dhirajayo
Minggu, 05 Januari 2025