Pemilik Ajaran Maha Welas Asih

 Pemilik Ajaran Maha Welas Asih

 

Brahmā ca lokādhipatī sahampati

Katañjalī andhivaraṁ ayācatha,

”Santīdha sattāpparajakkha-jātikā

Desetu dhammaṁ anukampimaṁ pajaṁ.”

Brahma Sahampati, Sang penguasa dunia berañjali seraya memohon, ”Di alam semesta ini, ada makhluk-makhluk yang memiliki sedikit debu di mata mereka. Ajarkanlah Dhamma demi kasih sayang kepada mereka.” (Brahmana Saṁyutta, SN.)

alam pembahasan ini, kita mengenali istilah yang disebut dengan karuna (welas asih). Welas asih ini merupakan sikap atau perilaku tanpa ada keinginan untuk menyakiti atau
melakukan tindakan yang me-rugikan orang lain ataupun makhluk lain. Sifat yang dimiliki seseorang dengan sifat karuna ini akan cenderung untuk mem-buat makhluk lain menjadi
bahagia dan dapat terbebas dari segala bentuk penderitaan, karena mengetahui bahwa semua makhluk yang ada di dunia ini tidak ada yang mau menderita.

Lalu siapakah pemilik maha welas asih yang tiada ban-dingnya?

Beliau adalah Sang Buddha.

Berkat kasih sayang yang dimiliki oleh Buddha, yang menginginkan setiap makhluk tidak mengalami penderitaan karena kelahiran, tua, sakit dan kematian. Beliau, berusaha me-nempuh berbagai macam praktik pertapaan sebelum menjadi se-orang Sammasambuddha untuk menemukan obat yang mujarab, yang dapat mengantarkan setiap makhluk ke keselamatan. Setelah Beliau menemukan
Dhamma yang menjadi obat mujarab, Beliau mengajarkan dan menguraikan secara ber-tahap dan terperinci, agar Dhamma dapat dipahami oleh setiap orang.

Sang Buddha juga me-nyampaikan terkait penderitaan yang akan selalu dialami oleh setiap makhluk, ketika mereka belum dapat melenyapkan pen-deritaan atau berada di alam samsara ini. Ketika suatu makh-luk belum dapat melenyapkan segala kekotoran batinnya, seperti lobha, dosa, dan moha maka ia hanya akan mengalami tumimbal lahir secara berulang-ulang (punabbhava).

Namun demikian, tidak semua makhluk dapat menerima ajaran Beliau, karena ajaran Beliau sangat mendalam dan sulit untuk dipahami. Seperti
halnya yang Buddha sampaikan berkaitan dengan paṭiccasamup-pāda, Beliau menyampaikan:

“soka parideva dukkha domanassūpayāsā”

Yang artinya: kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin dan keputusasaan.

Apa yang menjadi sebab munculnya hal-hal ini?

Dalam bagan paṭicca-samuppada dikatakan yang menjadi sebab utamanya adalah avijjā (ketidaktahuan). Ketidak-tahuan ini yang menyebabkan seseorang sulit untuk melihat kebenaran dan hanya sedikit yang dapat melihat serta me-mahami kebenaran yang ada. Meskipun kebenaran ini telah ditemukan dan dibabarkan oleh Buddha, namun sedikit yang dapat memahami dengan benar. Hal ini disebabkan oleh ketidak-
tahuan. Dalam
Mahāhatthipado-pama Sutta (MN) dikatakan; mereka yang melihat paṭicca-samuppada, juga melihat Dham-ma. Mereka yang melihat Dham-ma, juga melihat paṭicca-samuppada.

Semua kondisi ini tidak akan terlepas bagi makhluk yang masih dalam lingkaran samsara. Maka, Buddha menunjukkan Sang Jalan bagi para makhluk untuk dapat terbebas dari penderitaan tersebut. Buddha menunjukan jalan, melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan dan Empat Kebenaran Mulia. Melalui jalan yang ditempuh, maka se-seorang akan dapat melenyap-kan segala bentuk penderitaan, bahkan sampai ke akar-akarnya.

 

Oleh: Bhikkhu Dhirajayo

Minggu, 05 Januari 2025

Vihāra Jakarta Dhammacakka Jaya

https://www.dhammacakka.org

Related post