Tiada Kejahatan Yang Tidak Dapat Dilakukan Oleh Si Pembohong
- Puja Bakti Umum
- August 10, 2025
- 11 minutes read

Musāvādā veramaṇīsikkhāpadaṁ samādiyāmi, ti
“Aku bertekad melatih diri menghindari berucap bohong”
Ucapan bohong, atau dusta, adalah tindakan menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan, dengan tujuan untuk menipu atau menyesatkan orang lain. Meskipun sering dianggap sepele, kebohongan adalah penyakit sosial yang dapat menggerogoti kepercayaan, merusak hubungan, dan bahkan mengancam stabilitas masyarakat. Dalam konteks kehidupan manusia modern, di mana informasi mengalir begitu cepat dan mudah, fenomena ucapan bohong menjadi semakin kompleks dan meresahkan.
Ada berbagai alasan mengapa seseorang memilih untuk berbohong, di antaranya yaitu; 1) Menghindari konsekuensi negatif: Ini mungkin alasan yang paling umum, seseorang mungkin berbohong untuk menghindari hukuman, teguran, atau dampak buruk lainnya atas kesalahan yang telah dilakukan. 2) Mencari keuntungan pribadi: Kebohongan bisa digunakan untuk mendapatkan keuntungan finansial, status sosial, atau keuntungan lain yang tidak pantas. 3) Melindungi diri sendiri atau orang lain: Dalam beberapa kasus, kebohongan mungkin dilakukan dengan niat baik, misalnya untuk melindungi perasaan seseorang atau menghindari konflik yang tidak perlu. Namun, niat baik ini tetap tidak membenarkan tindakan berbohong. 4) Meningkatkan citra diri: Seseorang mungkin berbohong untuk terlihat lebih baik, lebih pintar, atau lebih sukses di mata orang lain.
Bagi sebagian orang, berbohong bisa menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan, sering kali tanpa disadari dan tanpa tujuan yang jelas. Ucapan bohong dalam kehidupan manusia saat ini berkembang sedemikian rupa, baik melalui ucapan langsung, tulisan atau bahkan instruksi dari gerak jasmani. Di era digital saat ini berita palsu, gambar dan video yang dimanipulasi, serta informasi yang tidak diverifikasi sering kali menyebar dengan cepat di platform media sosial. Motifnya beragam, mulai dari mencari keuntungan, menyebarkan ideologi tertentu, hingga menjatuhkan lawan politik atau bisnis. Banyak orang, tanpa menyadari atau sengaja, ikut menyebarkan hoaks ini, tanpa berupaya untuk melihat realita, menelusuri dan melihat kebenarannya.
Dalam Ambalaṭṭhikārāhulovāda Sutta, Sang Buddha memberikan nasihat kepada Rahula berkaitan dengan ucapan bohong “Demikian pula Rāhula, jika seseorang tidak malu mengucapkan kebohongan yang disengaja, maka tidak ada kejahatan, Aku katakan, yang tidak akan ia lakukan. Oleh karena itu, Rāhula, engkau harus berlatih sebagai berikut: ‘Aku tidak akan mengucapkan kebohongan bahkan sebagai suatu gurauan”. Melihat bahaya perilaku kebohongan ini, hendaknya kita bisa menghindarinya dan cara untuk menghindarinya juga disampaikan dalam sutta ini. Sang Buddha menyampaikan “Bagaimana menurutmu, Rāhula? Apakah gunanya cermin?” “Untuk merefleksikan, Yang Mulia.” “Demikian pula, Rāhula, suatu perbuatan melalui jasmani harus dilakukan setelah direfleksikan berulang-ulang; suatu perbuatan melalui ucapan harus dilakukan setelah direfleksikan berulang-ulang; suatu perbuatan melalui pikiran harus dilakukan setelah direfleksikan berulang-ulang.
Demikian adalah salah satu cara yang bisa kita praktikkan untuk menghindari kebohongan, lebih lanjut dengan kita menghindari kebohongan maka kita sudah mendekatkan diri pada perkembangan spiritual. Ini sejalan dengan ungkapan Sang Buddha “Rāhula, petapa dan brahmana manapun di masa lampau yang telah memurnikan perbuatan jasmani, perbuatan ucapan, dan perbuatan pikiran mereka, semuanya melakukannya dengan merefleksikan berulang-ulang seperti demikian. Petapa dan brahmana manapun di masa depan yang akan memurnikan perbuatan jasmani, perbuatan ucapan, dan perbuatan pikiran mereka, semuanya akan melakukannya dengan merefleksikan berulang-ulang seperti demikian. Petapa dan brahmana manapun di masa sekarang yang memurnikan perbuatan jasmani, perbuatan ucapan, dan perbuatan pikiran mereka, semuanya melakukannya dengan merefleksikan berulang-ulang seperti demikian. Oleh karena itu, Rāhula, engkau harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan memurnikan perbuatan jasmani kami, perbuatan ucapan kami, dan perbuatan pikiran kami dengan merefleksikannya berulang-ulang”.
Terdapat empat faktor dari ucapan bohong, apabila terpenuhi maka dapat dikatakan sebagai kebohongan. 1) apa yang dikatakan tidak sesuai kenyataan, 2) ada niat untuk berbohong, 3) mengatakan kebohongan sebagai kebenaran, 4) orang lain menerima pernyataan itu. Apabil empat faktor ini lengkap maka apa yang dilakukan dikatakan sebagai kebohongan, kalaupun tidak lengkap tetap itu dikatakan sebagai keburukan karena berakar dari pikiran yang buruk. Dalam Kokaliya Sutta, Sang Buddha juga mengatakan “Perbuatan berbohong membawa menuju ke alam-alam ini. Melakukan sesuatu dan kemudian mengatakan, ‘Saya tidak melakukannya’ ini sama saja berbohong. Dalam hubungannya dengan kematian dan tumimbal lahir, kedua tindakan itu sebanding: pada saat kematian, engkau harus menghadapi akibat-akibat dari tindakan-tindakan yang tidak bajik. Pada beberapa kesempatan yang lain Sang Buddha juga menyampaikan perihal tentang ucapan bohong serta akibatnya, seperti dalam Musāvāda Sutta “Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas akan ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa kesana. Apakah empat ini? Ia berbohong, mengucapkan kata-kata yang memecah belah, berbicara kasar, dan bergosip. Seorang yang memiliki keempat kualitas ini akan ditempatkan di neraka, seolah-olah dibawa kesana”.
Melihat akan akibat dan bahaya dari kebohongan, seyogyanya kita berupaya untuk menghindarinya, dengan berucap jujur sesuai kebenaran. Bagi seseorang yang tidak malu dan takut akan ucapan bohong, tiada kejahatan yang tidak dapat dilakukan. Maka mari kita berupaya untuk menghindari kebohongan, dengan kita menghindari kebohongan kita juga meminimalisir perilaku buruk lainnya.
Sumber:
Paritta Suci
MN 61: Ambalaṭṭhikārāhulovāda Sutta
AN 10.89: Kokālika Sutta
AN 4.82: Musāvāda Sutta
Oleh Bhikkhu Varasaddho
Minggu, 10 Agustus 2025