Tidak Mungkin Memperoleh Kalau Tidak Memberi
- Puja Bakti Umum
- July 6, 2025
- 16 minutes read

Uttiṭṭhe nappamajjeyya, dhammaṁ sucaritaṁ care
Dhammacārī sukhaṁ seti, asmiṁ loke paramhi ca’ti
Bangun! Jangan lengah! Tempuhlah kehidupan benar.
Barang siapa menempuh kehidupan benar, maka ia akan hidup bahagia
di dunia ini maupun di dunia berikutnya.
(Dhammapada, Syair 168)
Pada umumnya setiap orang atau makhluk menginginkan kebahagiaan, kesenangan, kesejahteraan, kekayaan, umur panjang dan hal-hal lain yang menyenangkan. Tidak ada orang yang ingin menderita, miskin, kesusahan, dan hal-hal buruk lainnya.
Kesenangan atau kebahagiaan ini tidak bisa kita peroleh dengan cuma-cuma ataupun dengan cara meminta, memohon, berdoa ataupun lewat sumpah, tetapi kesenangan atau kebahagiaan ini bisa kita peroleh dengan jalan berbuat kebajikan.
Dalam kitab suci Aṅguttara Nikāya, Sang Buddha menerangkan bahwa ada lima hal yang sangat diinginkan, dicintai dan disukai tetapi jarang diperoleh di dunia ini. Apakah lima hal itu? Lima hal itu adalah: 1) umur panjang, 2) keelokan, 3) kebahagiaan, 4) kemasyhuran dan 5) setelah meninggal terlahir di alam Surga. Sang Buddha menyatakan bahwa dari ke lima hal itu, tidak ada satupun yang bisa diperoleh dengan cara meminta, memohon, berdoa ataupun melakukan sumpah. Seandainya saja ke lima hal itu bisa diperoleh dengan cara meminta, memohon, berdoa ataupun melakukan sumpah, siapa yang tidak akan memperolehnya? Pasti semua orang akan memperolehnya. Tetapi ke lima hal itu bisa diperoleh dengan cara berbuat kebajikan.
Berbuat kebajikan dalam ajaran agama Buddha ada tiga macam:
Dāna (Kemurahan hati)
Dalam ajaran agama Buddha, berdana adalah perbuatan baik yang sangat mudah dilakukan dan merupakan awal dari semua perbuatan baik lainnya. Berdana tidak sebatas pemberian materi berupa barang dan uang, karena istilah berdana diartikan sebagai melepaskan apa yang kita miliki dan memberikan dengan tulus serta ikhlas baik berupa barang, uang, tenaga, rasa aman, maupun nasihat ataupun ajaran benar. Pada saat berdana hendaknya dilandasi dengan penuh keyakinan dan kebijaksanaan, tulus dan ikhlas, serta tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Menurut bentuknya, berdana dalam ajaran agama Buddha dikelompokkan dalam empat jenis, yaitu:
Āmisa Dāna, merupakan dana yang dilakukan dalam bentuk materi. Misalnya berdana catupaccaya kepada para bhikkhu ataupun Saṅgha, memberikan uang kepada pengemis, menyumbangkan makanan dan pakaian kepada korban bencana, dan lainnya.
Paricaya Dāna, selain dalam bentuk materi atau uang, kita juga bisa berdana dalam bentuk tenaga. Misalnya membantu orang tua membersihkan rumah, membersihkan vihara ataupun lingkungan, ikut berpartisipasi dalam kegiatan di vihara, dan sebagainya.
Abhaya Dāna, yaitu dana berupa pemberian rasa aman, nyaman, saling memaafkan dan menyelamatkan makhluk yang terancam kematiannya. Misalnya memaafkan orang yang bersalah kepada kita, bersikap ramah, murah senyum dan peduli, melakukan fang sheng dan lainnya.
Dhamma Dāna, yaitu berdana dalam bentuk Dhamma.
Praktik kebajikan dengan berdana tentunya akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi kita baik di kehidupan saat ini maupun di kehidupan yang akan datang.
Sīla (Moralitas)
Hidup damai dan bahagia menjadi harapan dan idaman semua orang. Kedamaian dan kebahagiaan akan tercipta dan terwujud, ketika setiap warga masyarakat dapat memahami dan mempraktikkan moralitas dan norma-norma etika dalam kehidupan sehari-hari. Moralitas dan etika menjadi landasan penting agar setiap orang dapat memiliki perilaku yang baik, bermartabat dan mulia. Moralitas dan etika adalah kunci terwujudnya hidup damai dan bahagia di dalam masyarakat. Tanpa adanya moralitas dan etika, kebahagiaan dan kedamaian hidup di dalam masyarakat hanya menjadi angan-angan semata, akan sangat sulit tercapai. Moralitas dan etika menjadi sebuah kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam kehidupannya, termasuk saat berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain.
Moralitas dan etika di dalam agama Buddha dikenal sebagai sīla (disiplin latihan kemoralan). Sīla bukan peraturan larangan, tetapi suatu ajaran moral yang mengajarkan umat Buddha agar bertanggung jawab penuh pada setiap perilakunya baik dalam pikiran, ucapan maupun perbuatan. Untuk itu setiap umat Buddha hendaknya bertindak dewasa dan bijaksana dalam melakukan tindak tanduk dan perilakunya.
Bagi umat Buddha, khususnya perumah tangga, dasar moralitas yang diwajibkan untuk dilatih adalah lima pelatihan sila (pañcasīla). Pañcasīla sebagai dasar moralitas umat Buddha menjadi landasan hidup bagi umat Buddha agar memiliki moralitas yang baik. Pañcasīla bertujuan untuk melatih kesadaran dan kewaspadaan kita terhadap segala hal yang dapat memperlemah pengendalian diri. Jika umat Buddha mempraktikkan pañcasīla secara tekun dan konsisten, maka akan dapat meningkatkan pengendalian diri. Dengan memiliki pengendalian diri, maka kedamaian dan kebahagiaan di dalam masyarakat akan terwujud dan tercipta serta menjadi titik awal kepada perkembangan spiritual menuju Kebahagiaan Tertinggi (Nibbāna).
Bhāvanā
Bhāvanā secara harfiah berarti “pengembangan” atau “penghasilan” dan merupakan konsep penting dalam praktik Buddhisme. Dalam konteks Buddhisme, bhāvanā mengacu pada pengembangan atau pemeliharaan batin, terutama melalui meditasi, untuk mencapai pencerahan atau pembebasan dari penderitaan. Secara lebih rinci, bhāvanā dapat diartikan sebagai pengembangan batin. Bhāvanā adalah proses pengembangan kualitas-kualitas positif dalam diri, seperti kesabaran, cinta kasih, empati, kebijaksanaan dan lainnya. Bhāvanā sering kali dikaitkan dengan praktik meditasi, di mana seseorang memusatkan pikiran pada objek meditasi tertentu untuk mencapai ketenangan batin dan pemahaman yang lebih dalam. Bhāvanā juga melibatkan pembersihan pikiran dari noda-noda atau kekotoran batin, seperti keserakahan, kebencian, kemarahan, dan kebodohan batin.
Jenis bhāvanā yang umum dipraktikkan dalam Buddhisme meliputi:
Samatha Bhāvanā: pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai ketenangan dan konsentrasi pikiran.
Vipassanā Bhāvanā: pengembangan batin bertujuan untuk memahami hakikat realitas dan mencapai kebijaksanaan serta pandangan terang.
Mettā Bhāvanā: pengembangan cinta kasih dan kebaikan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Dengan demikian, bhāvanā adalah praktik pengembangan batin yang komprehensif, yang melibatkan meditasi, pembersihan batin, dan pengembangan kualitas-kualitas positif, dengan tujuan utama untuk mencapai kebahagiaan tertinggi dan pembebasan dari penderitaan.
Sumber Bacaan:
Kitab Suci Dhammapada
Kitab Suci Aṅguttara Nikāya
Oleh: Bhikkhu Santadhīro Thera
Minggu, 06 Juli 2025