Kemarahan dan keserakahan
- Mahasathi
- October 2, 2024
- 4 minutes read

Pada hari Minggu, 29 September 2024, Puja Bakti Mahasathi mendengarkan sharing dhamma yang dibawakan oleh Sdr. Sugianto mengenai Kemarahan dan Keserakahan. Sdr. Sugianto membuka penjelasan dengan mengingatkan bahwa merupakan berkah kita terlahir sebagai manusia, karena sebagai manusia kita mempunyai pilihan, hidup seperti apa yang mau kita jalani.
Keserakahan merupakan penyakit mental. Sebagai umat Buddha, kita harus sadar bahwa kita masih memiliki masalah (penyakit batin) yang jika tidak bisa kita kelola dengan baik, hal ini akan berdampak bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Beruntunglah jika kita tahu & sadar bahwa kita masih memiliki keserakahan. Keserakahan timbul karena kebanyakan orang berharap supaya semua keinginannya terpenuhi, terutama dalam duniawi.
Keserakahan juga identik dengan perasaan menyenangkan, contohnya: mata ingin melihat pertunjukan, telinga ingin mendengar suara yang indah, mulut ingin makan makanan enak, semua nya enak & baik. Keserakahan tidak muncul begitu saja, ia timbul karena adanya kontak indria, sehingga muncullah perasaan. Hati-hati saat menyikapi perasaan senang dalam diri kita, terutama perasaan senang yang muncul atas dasar ego. Keserakahan juga membuat kita tidak peduli dengan orang lain. Kita merasa bahwa orang lain tidak butuh keinginan sehingga kita ingin semuanya menjadi milik kita.
Mengapa keserakahan (lobha) bisa muncul? Sebagai manusia, kita masih memiliki kebodohan batin (moha) sebagai daya dorong untuk menjadi serakah. Ketika kita sudah bersikap tidak peduli, hal ini akan sangat berbahaya sekali, kita bisa melakukan hal apa saja untuk memenuhi keinginan kita tanpa mempedulikan hiri & ottappa. Keserakahan muncul karena kebodohan dan diikuti oleh ego.
Kemarahan sendiri muncul ketika kita tidak mampu menerima situasi & kondisi yang timbul. Rasa marah muncul karena ketidaksukaan. Jika kita tidak berhati-hati dengan pikiran dan perasaan kita, marah dapat muncul dengan mudah. “Jangan karena marah dan benci, mengharap yang lain celaka”, sering kali kita diingatkan oleh sutta ini saat kita membaca paritta Karaniya Metta Sutta. Dampak dari kemarahan sendiri cukup mengerikan. Dapat kita lihat akhir-akhir ini banyak sekali berita terkait meningkatnya tingkat kriminalitas seperti pembunuhan, kekerasan, dan lainnya. Akibat dari rasa marah, orang bisa sampai mengorbankan masa depan dirinya sendiri bahkan berani untuk mengakhiri hidup orang lain.
Kemarahan dilandasi oleh kebencian (dosa) akibat keinginan yang tidak terpenuhi. Sebaiknya jika kita merasa marah, sadari dan berusaha untuk redakan kemarahan itu, catat dan kenalilah emosi marah tersebut. Disaat kita sudah sadar, jangan melanjuti rasa marah itu, redakan dan jangan ditahan karena hal ini dapat menimbulkan masalah baru.
Agama Buddha sendiri mengajarkan bagaimana kita mengatur diri sendiri atau memiliki self control. Bersyukurlah kita dapat mengenal dhamma. Kebencian janganlah dibalas dengan membenci karena hal ini tidak akan ada habisnya, belajarlah untuk membalas kebencian dengan cinta kasih. Amarah sendiri tidak ada manfaatnya. Akibat dari keserakahan & kemarahan pun pada akhirnya kita sendiri yang akan merasakannya.
Lalu bagaimana cara mengatasi keserakahan & kemarahan? Kita harus membiasakan diri memiliki kemurahan hati, kebijaksanaan dan melatih ucapan yang benar. Sadari, praktekan dan latihlah diri sendiri. Bagaimana supaya kita terbebas dari keserakahan & kebencian? Dengan mencapai tingkat kesucian. Walaupun sulit setidaknya kita sudah mengenali perasaan ini sejak dini.
Demikian rangkuman sharing dhamma yang dibawakan oleh Sdr. Sugianto. Semoga kita bisa mengenali dan menyadari keserakahan & kemarahan dalam diri kita sehingga kita bisa berlatih untuk menjadi lebih baik lagi. Semoga rangkuman ini bermanfaat dan dapat kita praktekkan untuk kehidupan sehari-hari.
Sampai jumpa pada Puja Bakti Mahasathi yang diadakan setiap hari Minggu pukul 09.09 di Gedung Serbaguna I lantai 1.